28 December 2015

Mencintai dengan Sederhana.

Seperti anak perempuan kecil lainnya,
saya pernah berharap mempunyai pasangan yang romantis,
seperti pria idaman semua wanita di film-film.

Kemudian secara tidak sengaja,
saya jatuh cinta dengan sosok pria yang tidak romantis.

Beberapa kali saya kecewa,
tak ada hadiah di hari ulang tahun,
tak ada bunga di hari valentine.

Seringkali saya bertanya-tanya,
Mengapa saya jatuh cinta dengan dia?
Mengapa bukan dengan yang lain?

Tapi,
cinta,
akan selalu hadir tanpa alasan.

Saya cinta.
dan saya tak menemukan satu pun alasannya.

Seiring waktu,
pria yang tidak romantis ini mengajarkan banyak hal yang sangat berharga.

bagaimana mencintai dengan jujur,
tanpa banyak basa-basi dan kata-kata gombal,
Cintanya bukan hanya polesan bibir,
tak luntur, meski bertahun-tahun telah lewat.

bagaimana mencintai dengan tulus,
memberikan waktu dan tenaga tanpa pernah mengeluh.
Cintanya tak pernah kenal lelah,
meski harus mengorbankan dirinya.

bagaimana mencintai dengan sederhana,
bukan dengan hadiah dan bunga,
Cinta membuatnya memberikan diri sepenuhnya
untuk selalu mendukung kemajuan saya.

Lalu detik itu saya jadi malu,
masihkah saya perlu yang romantis?
kalau ternyata si "tidak romantis" ini,
bisa membuat si "tukang bosan",
bertahan hingga sepuluh tahun dalam rasa cinta yang selalu bertambah kuat?

Saya beruntung,
dicintai dengan nyata,
senyata rasa cinta itu sendiri.

Jujur, tulus, dan sederhana.
Tanpa banyak basa basi.

Ayo melangkah!

Mari kita mulai kembali segala sesuatu.

Bersihkan yang kotor,
Rapikan yang tersisa,
Tata yang baru.

Hidup adalah sebuah pelajaran,
terjadi dengan urutan yang tepat,
membawa kita siap,
menghadapi yang memang harus dihadapi.

Memaafkan, dan terus melangkah.
Memaafkan, dan terus melangkah.
Memaafkan, dan tak lagi melihat kebelakang.

Bahwa hidup adalah masa depan.
Bukan bayangan masa lalu.

Untuk kamu,

Mengakhiri tahun ini,
saya maafkan kamu.

Untuk semua kesalahan yang kamu lakukan,
Untuk setiap rencana yang belum terlaksana,
Untuk kenangan pahit yang sering terlintas,
Untuk hal baik yang selalu dilupakan,
Untuk waktu yang terbuang percuma,
Untuk keegoisan yang parah,
Untuk kesombongan yang menyamar,
Untuk janji yang selalu terbengkalai,
Untuk ketidakkonsistenan yang membuat marah,
Untuk jalan yang tersasar,
Untuk fokus yang selalu melenceng,
Untuk perbuatan buruk yang selalu dilakukan,
Untuk kemunafikan yang selalu disembunyikan,
dan untuk segala borok.

Saya maafkan kamu.

Bahwa ternyata kita berjalan berat,
karena saya selalu benci kamu.

Maka,
Biarlah kita kembali berdamai.

Mengakhiri tahun ini,
saya maafkan kamu.

16 December 2015

Mimpi Buruk

Ternyata mereka masih menghantui.

Menyerang tiba-tiba,
dan membuat saya benci.

Gemetar.

Sulit untuk percaya,
bahwa hancur itu masih nyata.

Sedih.

03 December 2015

.

Diluar kebiasaan,
Saya hilangkan seluruh target yang selalu menghantui.

Agenda yang selalu dicoret-coret.
saya biarkan kosong,
tanpa target,
tanpat tuntutan.

Mungkin sudah terlalu lelah dan jenuh,
maka saya biarkan ia beristirahat sejenak.
Sambil mengisi senjata, untuk langkah selanjutnya.

26 November 2015

...

Pada suatu ketika,
kita pernah ada dalam suatu masa, 
dimana merasa tidak dihargai sama sekali.
Pencapaian sempurna yang dilakukan hampir selama 2 tahun,
dianggap sampah.

Lalu Tuhan yang baik menuntun kita pada orang baik,
yang sangat menghargai,
hingga seringkali kita menangis terharu,
karena kebaikan Tuhan terpancar dari orang baik.

Waktu terus berjalan.
Untuk segala sesuatu memang ada masanya,

Perpisahan memang jadi sesuatu yang berat,
merangkak keluar dari zona nyaman,
demi membanggakan dan membahagiakan.

Keputusan vital,
mengingat jalan terjal yang ada di depan.

Semoga kamu kuat, teman. :)

05 November 2015

Terima kasih, kamu.


Saya tahu kamu kecewa,
lalu jadi uring-uringan,
tapi terima kasih kalau masih mau bertahan.

Saya tahu ini sulit,
karena kita sama-sama buta arah,
tapi terima kasih kalau masih mau terus mencoba.

Saya tahu kamu sedih,
ada banyak waktu yang terbuang sia-sia,
tapi terima kasih untuk selalu percaya, bahwa besok akan lebih baik.

Saya tahu kamu hancur,
dengan janji dan harapan yang tak terpenuhi,
tapi terima kasih untuk masih tetap berharap.

Terima kasih, kamu.
tetap ada disini,
menemani saya dalam sunyinya malam,
mendamaikan pertentangan ini.

Terima kasih, kamu.
yang selalu percaya.

Kamu akan selalu baik-baik saja.
Saya akan pastikan itu :)

10 October 2015

Ia tak lagi konsisten.

Tulus suka membantu.
Bantuan yang tak kenal waktu,
tapi jadi sering dianggap hantu,
Karena Ia lebih percaya ratu,
yang berbicara jitu,
tapi tak bermutu.

Ketidakkonsistenan yang parah.
Membuat marah.
Ia salah kaprah.
Tak ingin membela diri, Tulus hanya ingin pasrah.
Semoga Ia kembali kepada fitrah.

Banyak yang mencaci,
Tulus harus ikut mencaci,
Tapi pembicaraan tak bermutu, itu yang paling dibenci.
Tulus pilih mengunci,
agar tak berisik seperti sendok yang dipukul ke pantat panci.
Banci.

Perjuangan tak harus digemborkan,
tak juga harus dilantangkan.
Cukup dirasakan.
Meski sifatnya membuat niat baik dibonsaikan.

Ia memang tak lagi konsisten,
maka si tulus mulai menghindar.

Peduli?

Detik-detik menyedihkan.

Dikiranya akan menjawab,
tapi malah pergi.

Nasihat seperti jadi kalimat tak bermakna,
karena tak sungguh mendengar.

Lalu untuk apa didengar?

Memang terlalu sedikit manusia yang sungguh peduli.

05 October 2015

Kematian.

Saya mengenal kata ini,
pertama kali ketika harus kehilangan Opa dengan mendadak,
di usia yang masih berusia 8 tahun.

Saya belum begitu paham, 
apa artinya kehilangan,
yang saya tahu, saya tak bisa lagi bertemu Opa.
Padahal opa selalu memangku dan mengajari saya menggambar.

Pernah sekali waktu,
saya ingat betul, 
saya pernah bangunkan opa dari tidur siangnya,
hanya untuk minta diajarkan menggambar capung.

Saya juga belum paham,
betapa sedihnya kehilangan.
Yang saya rasakan,
saya mau menangis, karena melihat ibu dan oma saya menangis.

Oma saya menangis deras di depan peti Opa,
terutama saat prosesi peti itu mau dimasukkan ke dalam tanah,
Oma meronta ingin ikut bersama jasad Opa.
Disana saya merasa sedih, sangat sedih.

Selebihnya, saya selalu melihat air mata di sudut mata Oma,
saat ia sedang duduk sendirian,
entah saat menonton TV atau merajut,
bahkan bertahun-tahun setelah kepergian Opa.

Seiring waktu,
Saya tahu kematian erat dengan kehilangan.
kata itu kemudian menjadi satu kata yang menakutkan.
Saya benci suasana duka, 
Saya benci kehilangan.

Saya menghindari ada di suasana duka,
saya menolak pelayanan apapun di bagian kedukaan,
batin saya sungguh tak suka.

Tapi tak dapat dielakkan,
Kematian memang akan selaku kita hadapi.
Seringkali saya jumpai kehilangan dari kerabat-kerabat saya.
Entah ayah atau ibunya, atau saudaranya yang pergi mendahului.

Sebenci apapun dengan suasana duka,
sebisa mungkin saya ingin hadir,
menemani sahabat saya melewati rasa kehilangan,
yang saya pikir sangat menyakitkan,
sampai membuat Oma saya menangis terus.

Hari ini beda.

Tiba-tiba ada kabar kalau sahabat saya meninggal.
Tentu saya tak percaya,
karena belum lama kita masih bertukar pesan.

Sibuk mencari tahu sana sini,
berharap semua itu hanya sebuah kekeliruan.
Tapi apa daya, ternyata kabar itu benar.

Seperti disambar petir. 

Saya disergap rasa kehilangan yang menyesakkan.

Kehilangan seorang sahabat yang peduli,
diantara sedikit teman yang benar-benar peduli.

Kehilangan seorang sahabat yang selalu benar-benar mendengarkan,
dan menenangkan saya untuk segala hal bodoh yang pernah saya takuti.

Kepergian sahabat saya jadi satu lagi pelajaran,
bahwa kita manusia,
yang tak kebal dari kematian.

Dalam hitungan detik,
saya bisa kehilangan orang yang disayang.

Saya menyesal karena tak sempat bertemu untuk terakhir kalinya.
Saya memaki diri sendiri,
yang menyia-nyiakan kesempatan untuk peduli,
untuk membahagiakan.

Padahal waktu terbatas,
dan ketika habis,
saya tak lagi punya kesempatan.

Hanya ada penyesalan yang selalu datang terlambat.

27 September 2015

Dear Amel,

Entah kenapa,
pengen aja ngepost ini.
(Sepenggal chat di grup, dari adik yg lagi ada di negara 
yang jamnya 6 jam lebih lambat dari Indonesia)

You know me so well (?) 
:D

24 September 2015

Goyah

Semua jadi terlalu bising,
memekakan telinga,
tarik menarik,
membutakan arah.

Kembali pada mulanya,
tapi yang Kau cari tak ada,
mungkin terselip diantara ribuan energi lain.

Maka kini Kau berdiri,
tapi tanpa dasar.

22 September 2015

Hei Bung,

Kamu salah kalau berpikir saya akan tetap diam
ketika kamu berlaku tak adil.

Kamu salah kalau berpikir saya akan mengerti,
akan setiap tindakan gilamu.

Kamu bisa membungkam saya karena kuasa,
tapi saya akan tetap menulis.

Kamu bisa membunuh saya,
tapi tulisan ini akan tetap abadi.

Karena itu saya tak pernah takut! :)

19 September 2015

...

Ada kalanya,
saya cinta malam,
yang membawa saya dalam perjalanan panjang,
dan membiarkan saya tersesat dalam ketakberarahannya.

Ada kalanya,
saya cinta malam
yang membawa saya memulai perjalanan batin,
menelusuri lorong-lorong rasa.

Ada kalanya,
saya begitu cinta malam.
Karena dalam keheningannya,
saya dapat menemukan kejujuran.

dan tujuan.

17 September 2015

Dear Jun #3

Dear Jun,

Mereka bilang aku tak peduli.
aku memang tak ingin jadi orang yang peduli...
peduliku pernah membawa luka.
Kamu paham, kan?

Mereka bilang aku tertutup,
hatiku bertanya-tanya, apa yang bisa mereka lakukan jika aku terbuka?

Aku belajar paham, bahwa mereka tak pernah benar-benar mendengarkan.
Bahwa apa yang kita utarakan hanya ditangkap sebatas pengertian mereka, kemudian disalahartikan.
Lalu apa gunanya keterbukaan itu, Jun?

Seringkali mereka datang meminta pertolongan,
Menyita waktu yang begitu banyak, hingga aku gelagapan menghadapi sisa waktu yang singkat.

Hari ini giliranku, ingin meminta pertolongan, barang sedikit saja.
Tapi mereka tak mau, Jun.
Padahal mereka mampu.

Aku merasa sendiri.

Aku ngga marah, Jun, apalagi dendam.
Kamu jangan salah paham.
Aku cuma ngerasa sendirian di dunia yang super egois ini.

Kamu benar, kalau kita harus berjuang sendiri untuk meraih apa yang kita mau.
Jangan pernah mengandalkan orang lain.
Jadi berkat, jangan jadi yang menyusahkan!

Kamu sering ingatkan itu,
tapi aku juga seringkali lupa dan akhirnya kecewa.

Terima kasih, Jun,
sudah menemani melewati kekecewaanku,
Terima kasih telah mengingatkan ulang.

Aku merasa lebih baik.

06 September 2015

SAMPAH!

Anda bilang, berat untuk mempertahankan saya?

SAMPAH!

Masih teringat jelas ketika surat itu saya hantar ke meja Anda,
Anda menjawabnya dengan, "Oh, Oke!"
Sejenak saya mematung disana.
Limbung.
Sebelum akhirnya saya menguasai diri dan langsung berbalik meninggalkan Anda.

Kalimat singkat yang begitu membekas,
sehingga saya tak pernah sedikitpun merasa menyesal untuk pergi.

Lalu sekarang ketika keadaan menjadi tidak stabil,
Anda berkoar-koar pada mereka,
bahwa pada masa itu Anda berat melepas saya?

SUNGGUH SAMPAH!

Sebegitu pengecutkah Anda sehingga tak berani jujur pada mereka,
tentang apa yang Anda lakukan?

SAMPAH!

03 September 2015

Memberikan yang terbaik

Segalanya terlihat baik-baik saja,
tapi saya tau ini masih kurang,
karenanya saya memutuskan bertemu kamu.

Pertemuan pertama,
saya merasa bodoh,
mengijinkan kamu menyiksa saya.
Sungguh buat tubuh saya lemah.

Saya pikir ini akan jadi pertemuan terakhir kita.

Ternyata kata-katamu terngiang-ngiang,
"Inget untuk apa kamu mulai ini. Butuh passion untuk bertahan. Kalau diluar sana orang-orang bisa melakukan lebih, masa kita gak bisa? Masa kita gak bisa kasi yang terbaik?"

Kamu menang!

Kamu menang!

Memberikan yang terbaik memang tujuan saya datang kepada kamu.
Dan kalimat itu, TELAK menusuk hati saya.

Pertemuan kedua dan ketiga,
Pasrah.
Saya tau ini akan sulit,
tapi mengikuti segala arahanmu merupakan sebuah keputusan yang tak akan saya tarik mundur.
Maka saya membiarkan kamu membentuk saya sedemikian rupa.

Sakit.
Saya membawa diri saya bertahan di ambang batas.

SAYA TAK AKAN MENYERAH.

Pertemuan keempat.
Menit-menit yang menyiksa mulai lagi.
Saya jalani.
Mendasari hati saya dengan kalimat, "ingin memberikan yang terbaik".

Di antara waktu istirahat yang singkat,
saya ambruk seambruk-ambruknya, rasanya sulit mengangkat tubuh lagi, tiba-tiba kamu memecah keheningan..
"Saya liat kamu orangnya tahan sakit, mau berusaha.."
Saya tersentak. Memandang kamu. Kamu melanjutkan,
"Saya udah banyak ngajar anak murid, dan saya bisa bedain mana yang ngasal dan mana yang bener-bener mau usaha. Saya liat kamu orangnya tahan sakit, mau berusaha. Kamu mau untuk bagus, untuk perfect.."
Saya memandang kamu tak percaya. Bagaimana bisa seseorang yang baru 4 kali bertemu dapat menyimpulkan saya tanpa meleset sedikitpun.
Seakan tahu apa yang saya pikirkan, kamu memastikan, "iya kan?"
"Yes Miss. Yes, I am," ujar saya.

Kamu mungkin tak akan pernah mengerti,
betapa berartinya kalimat simpulan itu bagi saya.
Thank you Miss.

Semoga nyawa itu tetap ada pada saya, hingga
ketika berpeluh saya tetap bisa menari,
ketika terluka saya tetap bisa tersenyum,
dan tak peduli berapa kalipun banyaknya saya terjatuh,
saya tetap bisa bangkit berdiri dan tidak menyerah.

Karena pertemuan-pertemuan selanjutnya,
saya yakin,
butuh lebih dari sekedar perjuangan untuk bertahan.

02 September 2015

...

Semesta ini punya aturan main.

Sekiranya mungkin kita berhenti dan mencoba mengerti,
kelak akan paham semua kejadian memiliki arti.

Karenanya,
kaki harus tetap melangkah
tangan harus tetap berkarya
bibir harus tetap tersenyum,
tubuh harus tetap menari.

"Hidup adalah soal keberanian,
menghadapi tanda tanya...
Terimalah dan hadapilah."*

Sesederhana itu.
__
* kalimat Soe Hok Gie

11 August 2015

..

Kepercayaan seringkali datang tak terduga.

Banyak kali saya utarakan,
saya tak mampu,
tapi kepercayaan itu tetap diberikan.

Maka jika ditanya, kenapa tak ditolak?
Saya merasa kepercayaan adalah salah satu jalan,
cara Tuhan membimbing saya.
Entah kemana.

Saya hanya perlu ikut.

Memaksa diri saya lebih lagi,
agar kepercayaan itu tak berujung kecewa.

10 August 2015

Jujur, Tulus, Sederhana

Awalnya saya berpikir,
seni peran adalah seni berpura-pura.
Bagaimana kita bisa memerankan orang lain.
Bagaimana kita bisa 'menjadi' orang lain.
Tapi saya salah besar.

Nyatanya seni peran adalah seni untuk jujur.
Jujur dengan diri sendiri,
Jujur dengan perasaan,
Jujur dalam berekspresi.

Menggali semua potensi diri sendiri.
Tanpa berlebihan.
Tulus mendukung lawan main,
Sederhana dalam bertindak.

Semakin jatuh cinta,
semakin saya sadar,
kini sulit bagi saya untuk 'berpura-pura' lagi.

Maka tulisan ini saya dedikasikan untuk Bang Eka D. Sitorus,
yang telah memberikan pemahaman yang benar tentang seni peran,
yang selalu mengajarkan saya untuk tetap jujur, tulus, dan sederhana.
Bukan semata dalam seni peran tapi dalam kehidupan sehari-hari.

Thank you Bang Eka :)

05 August 2015

Trauma

Baru kali ini kita bertemu.
Satu jam yang singkat,
kita habiskan dengan lepas.

Saya ikuti kamu,
menuruti setiap apa kata-katamu.

Sengaja.
Karena saya mau.

Tapi tanpa sadar,
ternyata kamu menganalisis saya.
SIAL!

Kamu bilang saya trauma.
Saya bilang kamu sok tahu.

Saya terganggu.

Disimpulkan oleh seorang asing.

Saya terganggu.

SIAL! lagi lagi SIAL!

Dalam perenungan,
saya menemukan ternyata kamu benar,
saya memang trauma.

Tapi tak pernah sadar..

Baiklah!
Saya akan hadapi trauma ini bersama kamu!
Saya siap untuk bertemu lagi minggu depan!

03 August 2015

...

Pada akhirnya tersesat,
terjebak,
dalam rasa kehilangan yang tak perlu,
karena sudah jadi rutinitas.

Padahal semua yang indah, tak harus eksis, kan.

Ia lengkap,
meski tak terekspos.
Asalkan hati masih bisa merasa.

Jangan sombong! :)

Mimpi itu harus dihidupi, sayang.

Kamu tak bisa ada di dimensi waktu ini,
tanpa menggenggam tujuan.

Cobalah tutup telinga,
Biarkan kaki tetap melangkah.

Bahwa memiliki impian,
akan selalu memberi harapan.

Biarkan nyawa itu menyatu dalam nafasmu,
berdenyut seiring jantungmu,
menajam, terarah, fokus, tepat sasaran.

Biarkan dirimu melayang melampaui batas,
mendobrak setiap kalimat "tak mampu" dan "tak bisa"

Menjadi sebuah pembuktian,
Kita akan selalu menjadi apapun yang kita mau.
asalkan berusaha.

Untuk kamu...

Lagi,

saya berusaha menterjemahkan setiap emosi,
menjadi deretan kalimat yang bisa mewakilkan rasa.

Kali ini giliran cinta,
Kamu tanya apa itu.

Saya tercekat,
tak ada satu kata pun yang bisa terucap.
Detik ini saya baru sadar,
saya tak punya definisinya.

Tapi saya tahu kamu salah.
Cinta yang benar tak seharusnya individualis.
Saya yakin cinta harus didasari kolaborasi, bukan parasit.
Saya yakin cinta harus selalu percaya.
Saya yakin cinta berkaitan erat dengan komitmen.

Itu tak ada padanya, bukan?

Maka jangan tanyakan lagi,
kamu sudah tahu akan saya jawab apa :)

02 August 2015

Jujur

Terlempar ke masa lampau,

Saya masih dengan seragam putih merah,
perbendarahaan kata saya masih tak banyak.
Tapi orang besar itu selalu bilang, 
"kamu harus berkata jujur!"
Entah mengapa, kalimat itu tertancap dalam ingatan.

....di kemudian hari, jujur jadi sesuatu yang penting.
Paling tidak bagi saya.

Rasa tak tenang selalu menghantui,
ketika kata terlontar tak sesuai hati.

Orang besar itu kini datang lagi,
di saat saya sudah cukup besar untuk menentukan sikap.

Mereka memaki,
karena saya jujur.
karena saya tak terbiasa untuk cepat cari alasan.
Mereka bilang saya bodoh.

Sesungguhnya ada bagian dalam batin saya berontak,
geram tak karuan.

Bagaimana mungkin, jujur jadi salah,
padahal dari kecil mereka ajar saya untuk punya prinsip.

Dalam sedih saya meratap,
Barangkali, munafik memang sudah jadi trend,
mengalahkan hati nurani.

.....

dan saya selalu hanya jadi bagian kecil dari minoritas,
yang masih ingin bertahan untuk jujur,
setidaknya menyelaraskan apa yang terasa dengan apa yang terucap.
Walau mereka selalu bilang tolol.

Malam yang sentimentil

Kenyataan bahwa tiap menit,
selalu ada hal tetiba terlintas,
membuat tertatih.

Si penikmat rasa, begitu predikatnya.
Terlalu mendalami, hingga hampir gila.
Lalu semua jadi kusut di malam ini,
karena sulit diungkap.

Mendefinisikan selalu jadi hal yang sulit.


....karena semua harus sempurna.

14 July 2015

Sepenggal percakapan acak malam ini :)


"Dia emang orangnya sangat penyayang"

"Cinta itu ketika dia ga ada apa-apa tapi lu tetep cinta dan mengasihi"

"Super suka bacanya sih. Soalnya di blog yang isinya curhat, gue nemuin kejujuran.."

"Gue salah terlalu lama mengutarakannya"

"Lu bener-bener pernah ngalamin ya?"

"Pasti lu yang paling tau harus gimana"

"Do something"

"I know that very well.."

"Sampe semua pemikiran lu sama persis"

"Hahaha ngomong sama lu sih emang musti tahan mental"

"Kaget, gue mlah berpikir kalo lu udah gak peduli"

"Kesalahan bikin orang terlalu cinta n sayang sama lu?"

"Kalaupun tentang 'harus gimana' itu diomongin, pasti udah diomongin temen-temen yang lain"

"Takut ngasih harapan"

"You try to be good, walaupun 'mungkin' lu gak suka"

"Pasti lu sekarang sakit ngeliat dia kaya gitu, berharap bisa meluk dan bilang semua akan baik-baik aja"

"I just wondering, she loves you sooo much.."

"Terberkatilah dirimu, u save 2 person at a time"

"Mau diapain juga udah gak mau.."

"Nyelekit and to the point, but yet honest opinion"

"She deserved to be loved"

"I know exactly how you feel but I know exactly how she does"

"Gue blm ada niat nyari"

"I didn't mean it"

"Kepo cuma judge"

"Gue tau setiap orang punya alesan dibalik keputusannya"

"Gue pikir akan baca tulisan orang patah hati aja sih, tapi semakin dibaca semakin keliatan banget dia super sayang sama lu"

"Gak guna, kaya memang lu udah gak pengen bareng dia"

"Kenapa bisa mikir gitu?"

"I've been in that situation both"

"Apa gak kasihan?"

"Masalah hati"


"Perasaan dan instingnya kuat"

"Tapi itu juga hak lu sih"

"Concern give advice"

"...untuk nunjukin i'm still care"

"Ya gue gak ngulang kesalahan yang sama lah"

"Baca itu, agak mikir sih, apa lu udah punya cewe lain yang lu suka?"

"Dia sebegitunya sama gue"

"I try not to judge you dari awal"

"Some side i want to appreciate for what she had done."

"Emang gue harus gimana juga"

"Sial"

"Feeling yang agak kuat ntah kenapa"

"Tapi gue gak mau PHP in"

"Gue sempet mikir kalo lu cowo termelankolis yang gue kenal"

"Takut salah langkah lagi"

"Klise"

"You don't need to suicide"

"Gue dibilang bajingan. I admit it sih"

"Tapi lu tetep lu, dengan pendirian lu"

"I just try to be good, but yet it gone bad"

"Tapi itu kayak jawaban doa dia"

"And she thinks karena dia bodoh jadi pisah"

"Dia sama kaya lu lah"

"Tapi lu sendiri gak bisa ngejanjiin apa-apa supaya semua baik baik aja"

"Begini aja bisa jadi bajingan"

"Kalo gue nya ragu-ragu dan ga bener-bener sayang"

"Haha si 'heartless man' minta saran"

"Waktu lu ngomong, gue lega karena itu bener-bener honest opinion, tanpa harus menjaga perasaan gue"

"Pasti lu berharap dari awal aja lu gak usah coba hubungan ini, daripada nyakitin dia sampe segitunya..."

"Biarin aja dia percaya kalo dengan cara itu, Tuhan bekerja, like she did"

"Kesel yah kenapa gak bisa bener-bener cinta dia"

"...karena lu gak bisa tetep ada di samping dia"

"Thanks for reminder"

"You are beautiful, no matter what"

"You are worth it"

***

12 July 2015

Saya harus pulang.

Sudah sekian lama saya ada dalam ketersesatan ini.

Saya harus pulang,
menggunakan waktu dengan lebih hati-hati,
membuat hidup lebih berarti.

Mimpi Buruk

Mimpi itu mengejutkan saya,
tiba-tiba saya terbangun dan merasa sedih.

Walau terpisah,
nyatanya saya belum siap jika kehilangan.

Terombang-ambing ditengah kebingungan,
karena ia memaksa untuk merawat atau meninggalkan.

Saya ingin merawat, tapi sungguh takut mengecewakan,
Saya takut jika kita jalankan ini dan keadaan tak sesuai yang semestinya,
kamu akan menyerah dan menyesali keputusan yang saya ambil.

Mereka memilih meninggalkan,
karena tak ingin kamu tersiksa.

Saya ingin merawat,
Sangat ingin.
Karena saya ingin kamu tetap ada disini,
Tapi saya tak cukup kuat untuk bertanggung jawab.

Saya sadari, inginkan kamu tetap disini,
dengan segala kesakitanmu adalah suatu pilihan yang egois.

Ia bertanya lagi,
dan mereka tetap memilih meninggalkan,

dengan berat hati saya pilih ikut mereka.

Hati saya remuk seketika,
karena ini berarti hari terakhir dapat bertemu dengan kamu,

Saat ini,
hanya tinggal beberapa jam,
sebelum malam berakhir,
dan kamu harus pergi.

Kamu tersenyum,
Saya berusaha tersenyum di balik mata yang berkaca-kaca.

Menunjukkan pada kamu,
bahwa apapun itu,
asalkan membuat kamu senang,
akan saya jalani,
Karena kamu sungguh berarti untuk saya.

Sembilan Tahun Sepuluh Bulan

Mencintai kamu,
seluruhnya tentang kamu,
bukanlah pilihan,
tapi sebuah keputusan.

Sembilan tahun sepuluh bulan,
saya menjadikan kamu tujuan.

Kamu,
adalah sebuah tempat dimana saya selalu merasa pulang,
kembali menjadi diri sendiri.
sebuah tempat dimana saya selalu merasa nyaman,
dan ingin menyenderkan kepala.

Kamu adalah anomali,
karena selalu membuat saya kerasan
dan tak pernah bosan untuk berbagi cerita.

Kita bertukar mimpi,
Kita berbagi cita-cita.
Kita rencanakan masa depan,
lalu kita melayang dan hidup dalam impian kita.

Waktu membuka segalanya,
kamu dengan keburukanmu,
aku dengan keburukanku,
tapi kita tetap bertahan.

Suatu keputusan, bukan pilihan.

Mencintai dan dicintai kamu, 
membuat saya tersadar,
beginilah seharusnya cinta itu.
Dewasa, jauh dari drama.
Apa adanya dan tulus.

Selamat sembilan tahun sepuluh bulan, Sayang!

Sketsa Pelangi

Kita hanya alat,
Kita hanya saluran berkat.

To God be the glory.
-Sketsa Pelangi-
27 Juni 2015









Mari, Benahi diri sendiri!

Mimpi itu kini hancur berkeping-keping,
sehancur hati saya yang kini berserakan di lantai.

Saya tak dapat membayangkan,
bahwa akan ada hari,
dimana tidak ada kamu di dalamnya.

Tapi kini kita berbeda arah dan tujuan.
dipaksapun tak akan membaik.

Mari, benari diri sendiri.

2 Juli 2015

01 July 2015

...

Pernah di suatu masa,
Saya percaya kamu yang terbaik,
lalu saya menutup mata dari segalanya.
Bagi saya, kamu selalu yang terbaik,
walau berapa kali mereka bilang saya buta.

Kini tanda mulai berdatangan,
dan entah kenapa semakin mendesak ke arah lain.

Di tengah kelelahan menyangkal,
saya sadar,
terlalu naive jika mengabaikan semua ini.

Lalu saya jadi murung dan merenung.
Berdialog, dengan sesuatu yang ada di dalam saya.

Saya jadi ingin sendiri,
walau saya selalu benci sendirian..

14 June 2015

Pencitraan

Kawan, aku tak paham, kini kita berbeda.

Kau bilang, semuanya didasari dengan cinta,
tapi nyatanya, di tengah jalan, aku bingung,
Kau lebih senang jika kita tidak lagi melakukannya.

Kau bilang, kita akan lakukan yang terbaik,
tapi nyatanya, di tengah jalan, aku panik,
Kau bilang letih dan tak ingin lagi mencobanya.

Kawan, aku tak paham.

Bukankah ketika didasari cinta,
semua tak akan pernah membosankan?
Bukankah akan jadi selalu menyenangkan ketika kita justru bisa melakukannya?

Nyatanya kini kita berbeda.

Yang kupahami,
melakukan yang terbaik adalah mengerahkan seluruh kemampuan
untuk terus mencoba hingga maksimal,
bukan mencoba, lalu lelah dan berhenti.

Kawan, sungguh aku tak lagi paham.
Apakah "didasari dengan cinta" dan "Melakukan yang terbaik"
yang sering kau umbar itu,
nyatanya hanya sebuah pencitraan?

dan aku keliru, telah terlalu percaya.

03 May 2015

Orang baik.

Teman,
di dunia yang munafik dan egois ini,
saya ingin kembali ke dasar hati.

Kembali ke titik awal,
dimana saya percaya bahwa masih ada orang yang benar-benar baik.

Saya tahu, kamu pasti tidak setuju,
karena banyak yang malah memanfaatkan kebaikan.
Karena itu kamu sering wanti-wanti agar saya tidak terlalu baik,
agar saya tidak terlalu percaya dengan orang lain.
Tapi saya merasa tak nyaman dengan prasangka buruk.

Susah bagi saya memungkiri hati.
Maka saya memutuskan akan tetap tulus dan tetap baik.

Biarlah orang baik, mendapatkan apa yang terbaik yang bisa saya kerjakan.
Perkara orang baik itu suatu saat akan berubah dan menjadi tak baik lagi,
saya tak tahu dan tak mau tahu untuk sekarang.

Mungkin kamu bilang saya bodoh.
Saya juga tidak mengerti.

Bagi saya inilah salah satu cara menghidupkan keyakinan yang selalu terngiang.

Masih ada orang yang benar-benar baik.

Saya ingin jadi bagian dari harapan itu.

Dimulai dari diri sendiri.

22 April 2015

Sebuah perjalanan.

Banyak kali saya terdesak di ambang batas,
nalar menjalar mulai berhalusinasi,
memecah kepala dalam dua kubu yang tarik menarik,
keringat mengucur deras saat harus memilih menyerah atau bertahan.

Perfeksionis sejati.
Kata menyerah sebenarnya tak ada dalam kamus.

Saya yakin saya mampu,
tapi saya tak yakin ini benar jalannya,
lalu saya jadi ragu.

Bahwa selalu ada konsekuensi dari setiap tindakan,
saya sangat paham.
Karena itu hidup tak bisa ditentukan hanya dengan lemparan dadu.

Pikir saya, butuh waktu lama untuk menterjemahkan isi kepala,
bisa saja salah jalan.
Lalu untuk apa sempurna?

Tapi waktu membunuh,
ketika terbuang sia-sia.

Hari terus bergulir,
dengan hati lara yang merenggut sukacita.

Setan dalam diri mulai merendahkan.
Hingga saya bagai pecundang.
Merasa tak becus dan tak cakap.

Saya berteriak dan marah,
dan semakin rumit,
karena hanya sedikit yang mengerti,
bahwa musuh saya adalah diri sendiri.

Saya meradang di sudut ruangan,
ketika akal ini membawa saya pada kebuntuan.

Lalu tiba-tiba kita terlibat diskusi.
Semua hal yang pernah saya tahu,
kamu sebutkan ulang.
kamu reka ulang semua teori yang pernah saya dengar.
Pembicaraan yang tak terarah, lalu menajam.
Beruntung. Tepat sasaran.

Bukan bentuk takut akan masa depan,
tapi untuk apa ngegas pada jalan yang salah?
itu akar masalahnya.
Lantas saya robek-robek ia,
dan bakar.

Bahwa tidak ada yang salah,
itu yang harus saya ingat.
Karena sesungguhnya saya hanya belum yakin.
Keyakinan itu memang ada di level minus.

Siapa yang tahu akan masa depan,
sehingga bisa bilang salah dan benar?

Tapi kini saya yakin.
Hal baik akan selalu jadi magnet untuk hal baik.
Maka, berusahalah yang terbaik,
dengan yang kita miliki.

Ingatlah untuk terus maju, meski harus merangkak.

09 April 2015

.

Bintang berpendar dalam relung hati,
dan jantung mulai lagi berdenyut.

Jawaban itu ada dalam hati,
tak perlu dicari diantara kesesatan pikir,
hanya perlu dihidupi.

Show up, Decide, and Have Fun! :)

08 April 2015

Bercahayalah!

Bagai seekor ikan kecil dalam kolam,
Kita ada dalam sebuah alam,
yang memaksa kita menjadi seorang penyulam.
Lantas matahari yang diharapkan, suatu saat akan tenggelam,
kemudian kita terjebak dalam kelam.
Tapi kita bisa pilih jadi bohlam,
yang bersinar di tengah gelap malam.

:|

Tiba-tiba saya merasa bosan,
sampai hampir pingsan.
berusaha mencari pesan,
karena hidup harus berkesan,
atau nama hanya sekedar tulisan nisan.

Nihil

lonceng malam berdenting,
dan memang semua tak lagi penting.

rasanya seperti terpelanting,
jauh menembus ranting.

Seperti orang sinting,
berharap angan yang sudah dibanting.

30 March 2015

Memaafkan dan Melupakan.

Yang terlihat tegar,
dulu hancur berkeping-keping.

Mungkin terlihat kokoh,
karena ia telah melindungi dirinya begitu rupa.
Begitu tebal.

Katanya,
Ia percaya tanpa batas.
Mengacuhkan ketidakpedulian.
Baginya tidak ada yang lebih membanggakan,
dipilih dengan kesadaran penuh.

Kata-kata itu terlontar bukan tanpa sebab, Kawan.
Dia telah lebih dulu ada disana.
Tanpa kamu tahu karena memang tak mau lagi dibahas.

Terlalu sakit.

Ia lari bertahun-tahun.

Tapi setiap kakinya menyentuh lantai,
setiap kali juga masih terasa sakit.
Udara yang dihirupnya serasa menusuk hingga ke tulang.

Sejujurnya ketakutan itu selalu ada,
tapi berusaha disembunyikan.
Untuk apa terlihat lemah, Kawan?
Lagian ia tak ingin dikalahkan nalar yang selalu membawanya tersesat.
Ia ingin percaya,
bahwa semua akan baik-baik saja.
Oleh karena itu, ia bilang akan baik-baik saja.

Detik ini,
ia tersadar.
Setiap langkah yang diambil, memberi rasa nyeri.
Luka itu masih menganga, belum disembuhkan.
Bahwa selama ini Ia berlari membawa luka.

Maka kemudian ia berhenti.
Memilih untuk memaafkan dan melupakan.

Egonya berteriak tak terima.
Tapi hati kecilnya menampar ego.

Kebahagiaan lebih penting daripada sekedar ego.

Maka,
Memaafkan dan melupakan.
Melepaskan apa yang seharusnya dilepas,
Meninggalkan beban yang seharusnya tak dibawa.

Memaafkan dan melupakan.

Hanya ketika saya berjarak.

Saya melihat diri saya mengecil.

Sangat kecil dibanding semesta.
Bergerak diantara ribuan orang.

Saya bergidik.
Ngeri membayangkan bahwa yang kecil ini,
ikut bagian dari ribuan orang yang punya kepentingan,
yang selalu bergerak berdasarkan motivasi.

Saya ingin lebih berjarak.
Tapi tiba-tiba saya jadi takut untuk terlalu jauh.

Saya belum siap untuk 'tidak bisa pulang'.

29 March 2015

Bising!

Selalu ada gadis kecil yang terjaga,
melamunkan semua mimpinya.

Naif.
Menyandarkan harapannya pada yang belum pasti.

Nalarnya selalu menjalar-jalar, mengejek,
membuat tembok raksasa yang membatasi dirinya.
Meruntuhkan kepercayaan dirinya.

Namun batinnya percaya, dan selalu percaya,
bahwa Ia akan jadi "seseorang"

Maka dalam pekatnya malam,
si gadis kecil selalu kebingungan.
Dunianya jadi terlalu bising.

Menutup telinga bahkan tak ada manfaatnya.

Biarkan realita jadi kenyataan

Saya berjalan dengan langkah gontai,
Spektrum cahaya di otak saya mendadak labil.
Semua warna jadi berantakan dan memaksa saya memberikan perhatian.
Saya luangkan waktu untuk paham sejauh mana kesesatan pikir.

Si Merah memang pemarah! Dia yang memulai. Dia memaki semangat yang saya biarkan memudar. 
Saya bereaksi. Saya bukan patah semangat, saya hanya merasa hilang arah dan sendirian. 
Lalu si Merah jadi tidak terima. Dia bilang saya harus bisa jadi dominan yang berkuasa.
Saya berontak, saya pikir hati kecil saya tidak betul-betul menginginkannya. saya tak ingin jadi yang berkuasa, saya ingin jadi yang dicintai. 

Si Jingga muncul dengan rasa penyesalan yang menyergap, ketika mengingat persahabatan yang sudah terlupakan, dan keceriaan yang mulai hilang.
Saya tak bisa berkutik.
Betapa saya juga rindu persahabatan itu, yang penah ada, namun hilang seiring berputarnya waktu.
Si Jingga pintar! Walau betapa sering saya memancarkan keceriaan, dia tahu kalau itu palsu. sial.

Si Kuning paling terang dan tenang. Tanpa banyak bicara, dia pancarkan sinarnya.
Tapi saya justru menghindar.
Dia menyinari tanpa pamrih. 
Tapi warnanya malah saya buat redup.
Saya pikir hanya perlu Kuning di waktu-waktu tertentu.
Mungkin karena terlalu baik, jadi disia-siakan.
Tinggal tunggu waktunya kualat karena komposisi spektrum cahaya jadi hancur.

Si Hijau mulai melemah diserang oleh warna lain.
Unsur keseimbangan dan ketenangan menjadi hal yang langka.
Saya mulai menitikkan air mata melihat Hijau sekarat.
"Hijau, temani saya dapatkan kewarasan. Jangan pergi," saya berbisik lirih.

Si Biru memecah dirinya bergradasi menjadi Hitam.
Saya lekas memeriksa kembali hati, dimana komitmen dan intergritas dikunci di brankas yang sulit dibuka. Masih ada disana. Tapi sangat berdebu. Saya anti debu.
Alih-alih membersihkan, saya biarkan saja mereka tergeletak tak berdaya.

Si Nila sekarang jadi pemalas semenjak Kuning diredupkan.
Dia tak lagi membimbing saya menemukan intuisi saya.
Nila kehilangan kemampuannya.

Si Ungu yang jadi merajalela. Dia intimidasi saya, hingga saya berpikir saya menginginkannya.
Banyak waktu saya habiskan untuk memanjakan Ungu.
Saya paksa kekasih saya untuk ikut Ungu.
Kemudian saya menangis ketika menyadari bahwa semua hanya ilusi. 
Ungu bukan saya.
Saya hanya ingin jadi yang sederhana.

Spektrum cahaya ini membuat saya gila.
Permasalahan mereka membuat saya hilang waras.

Walau saya telah berhasil mendefinisikan mereka.
Buat apa saya peduli?
Bahwa niat paham hanya membawa pada kehampaan lebih jauh.

Malam ini saya memutuskan untuk mengosongkan diri.

Biarkan warna-warna menemukan jalannya sendiri.

Begitu lebih baik.

Dengan begitu saya menemukan jalan kembali pada realita.

14 March 2015

Selamat!

Pada suatu siang, di satu hari yang cerah,
tanpa tahu apa sebabnya,
kamu ditarik ke pinggir jurang,
dihadapkan pada pilihan,
apakah kamu akan loncat atau mati ditembak.

Pistol itu sudah ditodongkan kepadamu,
tak ada waktu lagi.

Kamu melongok ke arah jurang,
tak terlihat dasarnya, hanya ditutupi kabut yang pekat.

Kamu pilih loncat!
Kamu pilih loncat dengan berharap bahwa masih ada asa untuk hidup.

Melambungkan badanmu dengan meloncat tinggi-tinggi sebagai persiapan memasuki jurang.
Matamu kaupaksakan terbuka,
melihat segala yang terjadi.
Karena bisa jadi ini masa yang tidak akan terulang,
Satu masa dimana kamu memilih keputusan penting.
Kamu memilih untuk sadar. Sepenuhnya.

Gravitasi mulai menyeretmu ke bawah,
jauh lebih cepat dari yang kau bayangkan.

Detik terakhir sebelum kamu berpikir bahwa hidupmu akan benar-benar habis,
tubuhmu tersangkut pada dahan pohon,
dan itu membuatmu sedikit tertahan dan tak melaju ke dasar jurang lagi.
Kamu mulai mengembangkan sayap di tangan kirimu.
Sayap yang selama ini tidak pernah kau gunakan,
karena selalu berada di zona aman.

Sayap itu tidak bisa mengembang,
Kamu berusaha lebih keras sampai frustasi.
Dan dahan itu kini patah.

Tubuhmu kembali melesat kebawah.
Tanpa arah.
Sayapmu masih tak dapat mengembang.
Pikirmu sudah tidak akan ada yang dapat menolong, tamat sudah.
Kamu menutup matamu.

BRAK!
Tiba-tiba tubuhmu tertahan oleh dahan lain.
Kamu mulai membuka mata.
Secercah sinar mentari menerobos penglihatanmu.
Masih ada yang ingin kamu selamat.

Tekad itu muncul dalam hatimu.,
Kembangkan sayap!
Dan bantu diri sendiri.

Kali ini kau coba kembangkan keduanya.
Kanan dan kiri.
Tak bisa.
Kamu berusaha lebih keras.
Menangis tidak ada gunanya.
Pikiran dan tenagamu harus dikerahkan sepenuhnya saat ini!

Kamu dipaksa!

Satu yang kamu tidak pernah tahu,
Bahwa mengembangkan sayap,
sama saja dengan mereset seluruh pemikiranmu.
Seluruhnya, selama ini.
Karena kamu terbiasa nyaman.
Karena kamu terbiasa enak.

Tidak bisa bukan sungguh tidak bisa,
Tapi tidak mau.

BRAK!
Dahan penyangga tubuhmu kini patah lagi.
Tak ada waktu untuk khawatir,
Tak ada waktu untuk berpikir panjang.

Kamu melepaskan kedua tanganmu ke samping,
Darah di seluruh tubuhmu berdesir lebih cepat.
pikiranmu terarah pada satu keinginan.
Aku ingin terbang!
Aku ingin bisa menyelamatkan diriku sendiri.

Kamu mengepalkan kedua tangan dan menutup mata,
Menguatkan hati.
Aku ingin terbang!
Aku ingin terbang!
Dan pikiran itu jadi sangat fokus,
Aku ingin terbang!
Aku ingin terbang!
Aku ingin terbang!,
melebihi rasa takutmu.

Kamu beranikan diri untuk membuka mata,
dasar jurang sudah terlihat.
Hanya dalam hitungan detik kamu akan menyentuh dasar.

Kini ketakutanmu sirna,
Dengan tangan tetap terbentang, kamu tersenyum.
Kamu ingin terbang, dan kamu sudah berusaha sekuatnya,
Jika seandainya usaha ini akan berujung kegagalan,
Kamu tidak akan pernah menyesal.

Tepat disaat kamu berpikir hidupmu akan berakhir,
Sayapmu mengembang.

Mengembang dan membawa kamu naik ke atas.
Sayap yang kuat.
Melambungkan tubuhmu ke atas.

Kamu menyusul Aku ke atas jurang.
Kamu ingin minta penjelasan untuk apa yang baru saja terjadi.
Tapi kurasa Aku tak perlu menjelaskannya panjang lebar.
Segera kuraih tanganmu,
"Selamat! Hidup dimulai ketika kamu meninggalkan zona nyamanmu!,
Selamat datang di level kehidupan yang baru."

Kini kamu kuat.
Jauh lebih kuat daripada sebelumnya.
Karena kamu berhasil mengalahkan batas yang dibuat oleh dirimu sendiri.

Selamat!

08 March 2015

Terima kasih, Yesus!


Tuhan Yesus, terima kasih 
karena telah memberkati saya,
lebih daripada yang saya patut dapatkan.

Dari setiap keberuntungan dan hal baik yang terjadi,
Saya memandang ke atas,
tersenyum dan berkata,
"Terima kasih Yesus, saya tahu kamu selalu menyertai saya, Terima kasih!" 


(Minggu Prapaskah III)

19 February 2015

Super Duper Idiot!

Sumpah serapah memenuhi bibir saya.
Dan semakin lama manusia itu ada, dia hanya menambah dosa.
Sungguh, ini kali pertama saya bertemu dengan manusia yang super duper idiot.
Saya ragu untuk menganggapnya idiot, karena dia jauh lebih buruk dari itu.
Dan saya tidak punya kata yang tepat untuk menggambarkan ketololannya.
Mungkin ke depannya akan banyak manusia seperti itu, tapi saya masih shock.

Apa yg dia lakukan sungguh buat darah saya naik ke kepala.
Begitu pula ayah saya.
Ayah marah, saya juga tidak terima.

Ajar saya dan ayah saya untuk sabar, Tuhan.
Menghadapi manusia super duper idiot yang tidak tahu diri itu.

*tarik napas, buang napas*
*semoga besok semua lebih membaik*


27 January 2015

.

Orang bisa salah persepsi,
Orang bisa salah kira.

Di dunia yang bising ini,
Ikuti saja kata hatimu.

23 January 2015

Butuh lebih dari sekedar usaha

Butuh lebih dari sekedar usaha,
untuk memahami bahwa waktu akan bergerak lambat.
terutama untuk seorang perfeksionis yang ambisius.

Butuh lebih dari sekedar usaha,
untuk mengerti,
bahwa hidup untuk hidup,
untuk berhenti sejenak,
dan bersyukur,

dengan kesabaran.

Perjalanan Batin

Sesuatu mendesak saya untuk berubah.
Dan selanjutnya, semua tak pernah lagi sama.

Pernah terlintas, apakah benar seperti dugaan mereka,
hanya emosi sesaat yang meluap?

Makin hari, saya makin tau jawabannya,

TIDAK.

Saya tak merasa kehilangan.
Tak merasa menyesal.
Sedikit pun.

Walau tanpa arah,
selalu ada tangan yang menuntun,
lewat kejadian-kejadian yang tidak disengaja.

Terlalu naif jika menganggap semua hanya keberuntungan semata.

Maka di suatu hari yang cerah,
Saya menengadah kelangit dan tersenyum.
"Tuhan, terima kasih. Saya tahu ini semua pekerjaan-Mu,
bentuk saya sesuai kehendak-Mu"