17 May 2011

.impian.

Suatu hari nanti,
saya pasti akan menggapai mimpi.
dan ketika ada di sana,
saya ingin jadi orang yang lebih banyak memberi.

menjadi berarti untuk memberi arti.

16 May 2011

:'(

Cita-cita dan harapan kini berbenturan dengan keegoisan hati.
Rasa sayang yang mendalam,
pasti akan terus merangkul dan tak melepaskan.
tapi hidup harus terus berjalan.
sebuah komitmen harus dilaksanakan,
meski begitu berat,
saya yakin pasti sanggup.

Demi semua orang yang saya sayangi,
harus rela untuk berkorban dan melepas rasa keegoisan.
saya harus menyerah, dan pergi.

Karena saya yang memulai,
saya juga yang harus bertanggung jawab.

10 May 2011

Tugas Ujian..

Teman-teman, ini tugas-tugas Ujian Tengah Semester saya :)

1. Documentary Movie..

Tugas ujian ini ada 2 versi, ada yang gabungan bikin bareng sekelompok, ada yang bener2 versi saya sendiri..hehe..
Udah di upload di Youtube ya, ini link nya.. silahkan berkunjung..

Sutradara: Angelia Stephanie
Cameraman: Idham Lazuardi, Angelia Stephanie, Maria Rosa Mystica
Editor: Angelia Stephanie, Idham Lazuardi

>ini versi kelompok :)

>ini versi saya :)


2. Art Directing..


Tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Art Directing

Mengisahkan tentang seseorang yang hamil diluar nikah, berhadapan dengan keadaan dimana ia tak mendapatkan dukungan dari teman-temannya bahkan pacarnya sendiri tidak mau bertanggung jawab dan menuduhnya telah emlakukan hubungan tersebut dengan orang lain.

Di Indonesia, kehamilan di luar nikah menjadi suatu hal yang tabu, dan bahkan si "korban" akan "dihakimi" oleh masyarakat dengan dikucilkan ketika ia justru mulai memberanikan diri untuk menghadapi kenyataan. Keadaan ini secara tersirat tergambar dalam adegan terkunci di kamar mandi, yang menjadi simbolisasi terkucilkannya seseorang yang hamil diluar nikah dari masyarakatnya.

Line Producer: Winnie
Director: Angelia Stephanie
Ass. Director: Joseph Reinaldo
D.O.P : Duta Ari wibowo
Cameraman : Duta Ari wibowo, Angelia Stephanie
Floor Plan: Rissa Afriany
Continuity: Dicky Juniarto
Editor: Benaya Stephen
Talent: Rissa Afriani, Idham Lazuardi

>> ini video nya..
tapi sayang, kena copyright dari youtube, jadi suaranya diapus..hikss,,
ini udah dicoba diganti pake lagu lain, tapi tetep aja jadi ilang dialog2 nya, dan ga gitu sesuai sama scene nya.. huhu..
kalo mau liat yang versi full sama suaranya, hubungin lagi aja yaa.. :)

3. TV Commercial

Produser: Stella Adeline
Sutradara: Jerio Rumagit
Dop: Angel Koloay
Asisten Produksi: Joseph Reinaldo
Editor: Angelia Stephanie, Stella Adeline, Panji Wijaya
Talent: Angelia Stephanie, Stella Adeline

Iklan ini ada 2 versi juga, hehe.. :)
ada yang kaya film pendek, ada yang beneran iklannya.

Versi 1

Versi 2


4. Eksperimental Art

Idenya adalah ngebuat sesuatu untuk menghias lift, biar orang yang nunggu ngga bosen.
Dan, ini hasilnya.. daerah sekitar lift akan jadi tempat majang fotografi yang heboh dan ngga lagi ngebosenin.. :)



Bagian lift


Bagian di hadapan lift.



5. Motion Graphic

Membuat motion Graohic untuk festival musik Coca-cola Soundburst.. :)

ini videonya.. :)



6. Make Up Effect

Membuat efek luka memar pada wajah.


Ulang Tahun Dia

Hanya tinggal beberapa hari menjelang hari pentingnya. Dia masih tenggelam dalam keraguan yang selalu membuatnya murung. Perempuan itu akhirnya melontarkan tanya.

“Sebenernya apa yang bikin lo masih ragu sih?”

“ hmm..,” pikirannya menelusuri kejadian demi kejadian belakangan ini, seperti sebuah film yang diputar mundur. Ada banyak hal yang sebenarnya tak bisa diungkap pada si perempuan, termasuk alasan utama keraguannya itu.

“Kalo lo sayang sama orang, lo bakal lakuin apa yang lo tau bisa bikin dia seneng ga sih?,” sebuah pertanyaan akhirnya muncul dari bibirnya.

Perempuan itu mengerenyitkan dahi.

“Iyalah, memang kenapa?”

“Di hari ulang tahun,gue selalu berharap ada yang spesial dari dia. Tapi nyatanya beberapa kali ulang tahun gue, dia bahkan ga kasi kado.”

“Hah? Terus tiap ulang tahun lo, jadi dia ngapain? lo berdua ketemu? Pergi makan gitu?”

“Hmm.. iya sih, dia ke rumah gue, kasi selamat. Udah. Pergi makan biasanya sama keluarga gue juga kalo gue lagi ultah.”

“Lo udah coba ngomong sama dia tentang ini?” tanya perempuan itu dengan tatapan yang mulai berubah.

“Udah. Gue udah pernah bilang, kalo gue suka di kasi perhatian yang spesial pas gue ultah, gue suka dikasi kado pas gue ultah, apalagi sama orang yang gue sayang”

“Trus dia bilang apa?” perempuan itu makin penasaran.

“Dia cuma senyum. Entah apa artinya, tapi ulang tahun gue selanjutnya, dia tetep ga kasi gue kado.”

Perempuan itu menganggukan kepala.

“Gue sampe bilang, kalo tiap dia ultah, gue selalu kasi dia kado, untuk nunjukkin betapa berartinya dia buat gue. Kado itu udah gue persiapin dari hari-hari sebelomnya, dan gue ngelakuin ini, untuk nunjukkin juga kalo ritual kasi kado ini, penting buat gue”

“Dia bilang apa pas lo bilang gitu?”

“Dia bilang -ya udah, kalo gitu, pas aku ulang tahun, kamu juga ga perlu kasi kado, aku ga perlu kok kamu kasih-kasih kado“ hening sesaat.

“Gimana sih, gue ngelakuin itu kan karena emang sayang sama dia, kasih kado di hari ulang tahunnya, memang salah? Bukan ngeharusin apa yang udah gue kasih, terus harus dia bales. Tapi gue pengen dia tau, kalo buat gue, ritual kasih kado di hari ulang tahun itu penting. Apa yang gue pengen dia lakuin ke gue, udah gue lakuin ke dia.” ucapnya sambil menahan air mata karena banyak orang yang berlalu lalang di Kantin Kampus siang itu. Perempuan itu mengangguk lagi.

“Eh! Jangan nangis kali,” canda perempuan itu.

Dia langsung menyambut dengan tertawa supaya air matanya tidak jadi keluar, berusaha mengendalikan emosinya lagi.

“Siapa yang nangis cobaa. Idihh..” Mereka tertawa berdua.

“Oh, kirain mau nangis, taunya nggak ya?” Tertawa lagi. Tapi Dia jadi sedih lagi. Butuh beberapa saat tertawa sambil mengendalikan emosi agar tak lagi sedih.

“Ngga laahh, masa nangis? Hahhaha..”

“Abis lo ngomongnya udah kaya mau nangis tau tampangnya tadi,” kata perempuan itu.

“Haha, mana ada..” jawabnya.

Diam.

***

Akhirnya hari penting itu datang juga. Tak terasa, semua berjalan biasa saja. Kali ini Dia tak mengharapkan apa-apa. Sungguh tak mengharapkan apa-apa. Dan nyatanya segala bentuk perhatian berupa ucapan selamat dan kejutan-kejutan kecil dari keluarga dan teman-temannnya menjadi hadiah yang begitu menyenangkan. Betapa dia bersyukur hari itu.

Entah apa yang membuatnya tak peduli lagi dengan apa yang diucapkan pada perempuan itu beberapa hari lalu. Kini ia merasa bebas. Terkadang kita harus percaya bahwa ketika kita tidak menuntut orang lain memperlakukan kita dengan standar yang tinggi, kita akan lebih bersyukur. Dan kebahagiaan yang sesungguhnya tidak didapat dalam bentuk kado, karena nyatanya kehadiran orang-orang yang dikasihi, akan terasa lebih berharga jika dibandingkan kado yang paling mahal sekalipun.

Hidupnya sempurna dengan tak mengharapkan yang berlebihan dari orang lain. Tetapi masih ada yang mengganjal. Ia merasa perlu bertanya pada si Pria, mengapa ia sering tidak melakukan apa yang disukai oleh pasangannya. Ini bukan sekedar masalah kado, tapi lebih daripada itu. Ini masalah perhatian dan masalah usaha untuk menyenangkan pasangannya. Sejenak dia ragu, perlukah semua ini dibahas, mengingat segalanya sudah terasa baik-baik saja.

***

Pagi itu, lewat sehari setelah hari ulang tahunnya. Perempuan bertanya padanya.

“Dia kasih kado ga jadinya?”

Dia menjawab dengan ekspresi datar, “Nggak.”

Perempuan itu langsung bersorak-sorak, “yeeyy, yeeyy gue menang!” sambil mengguncangkan tubuh temannya itu. Ekspresi yang menyedihkan.

Wajar kalau perempuan itu melonjak-lonjak kegirangan, karena hal memberi kado atau tidak, ini telah dijadikan taruhan dengan teman dekatnya, entah apa hadiahnya. Perempuan itu yakin jika si Pria tak akan memberi kado, tetapi teman dekatnya yakin bahwa si Pria pasti akan memberi kado.Tapi ekspresi kegembiraan itu sebenarnya menyakitkan. Dia hanya mampu terdiam dan menunduk ketika berulangkali perempuan itu berteriak “Yes!”. Dia membayangkan si perempuan akan berkata dengan teman dekatnya, “Yes, aku menang, dia ngga kasih kado,” diatas kecewa dan rasa sedih yang ia rasakan.

Hatinya yang seharusnya biasa saja melewati keadaan itu, menjadi hancur. Tak bisa menyalahkan perempuan itu, mungkin sensitif dia saja yang bertambah jika membahas masalah ulang tahun dan segala tetek bengeknya.

***

Sebenarnya sebagai penutup dari hari ulang tahunnya, Dia memutuskan untuk menyelesaikan semuanya. Dia membahas segala hal mengenai perasaanya. Dia tahu, bahwa ini mungkin akan menyinggung, tapi dia pun tahu, masalah ini harus segera dituntaskan. Perasaannya harus dibicarakan, tak boleh lagi ada yang mengganjal diantara hubungan mereka.

Perbincangan dia dengan pria itu, akhirnya sampai kepada titik terang, bahwa si Pria bukanlah orang yang suka dengan ritual memberi atau diberi hadiah. Tapi jawaban ini agaknya tidak memuaskan pertanyaannya, karena apa yang sebenarnya ditanyakan adalah, mengapa si Pria tidak mau berusaha untuk melakukan apa yang disukai oleh pasangannya? Mengapa usaha untuk menyenangkan pasangannya begitu tidak terlihat? padahal berulang kali si Pria tahu, bahwa pasangannya menangis karena hal yang sama. Pertanyaan itu masih tak terjawab. Dia melontakan pertanyaan “mengapa” yang bertubi-tubi pada si Pria, berharap si Pria menjawab, bukan hanya jawaban klise karena ia tak suka dengan ritual pemberian kado, karena ini toh lebih luas dari sekedar masalah kado. Bukan pula jawaban senyuman dan tertawa kecil si Pria yang ditunggunya. Lama dan terlalu banyak bertanya, namun si pria tetap tak menjawab.

Sekalinya pertanyaan itu dijawab, segalanya jadi lebih menyakitkan.

“Oke, aku akan jadi orang lain yang biasa kasi kamu kado. Aku udah bilang, kalo aku bukan orang yang suka kasih-kasih kado, tapi kalo emang kamu kepikiran terus, ya udah, aku mau jadi orang yang bakal biasa kasi kamu kado, walaupun itu bukan aku. Kalo perlu setiap bulan aku kasih kado sampe hal itu ga ada spesial-spesialnya lagi buat kamu.”

Segalanya jadi begitu miris. Perasaan yang diungkapkannya hanya dimaknai sebatas kado. bukan itu. Dia menangkis, meminta si Pria menghentikan pembicaraan itu, karena hanya akan tambah menyakitkan ketika perasaan yang diutarakan ditangkap dengan begitu dangkalnya. Namun si Pria terus menerus berkata seperti itu, menusuk pasangannya dengan kata-kata yang lebih tajam dari sembilu. Dia menangis, hatinya ikut menetes, perih.

“Aku sama sekali ga butuh hadiah kamu. Kamu tahu, hal apapun itu, aku bisa beli sendiri, ga perlu tunggu hadiah dari kamu. Berulang kali aku bilang, ini bukan soal hadiah, tapi gimana usaha kamu untuk nyenengin pasangan kamu. Aku ga suka kamu jadi orang lain yang bukan kamu, karena aku sayang sama kamu bukan orang lain. Aku ga nuntut kamu kasi kado, aku cuma tanya, kenapa terkadang kamu ga mau berusaha ngelakuin sesuatu, yang kamu tahu, pasti akan bikin pasanganmu seneng. Tapi terserah, kalo memang kamu mau jadi orang lain, mungkin bagus, kamu jadi ga ada spesial-spesialnya lagi buat aku”

Hatinya sakit. Pengertian itu mahal. Dia hanya ingin menyelamatkan hubungannya, meluruskan segala hal yang mengganjal, namun semua jadi bertambah buruk. Pria itu salah mengerti dan terus mempertahankan argumennya meski pasangannya telah sekian kali memintanya untuk menghentikan kata-katanya yang menyakitkan. Dia memutuskan untuk meninggalkan percakapan itu. Menenangkan diri hingga tak semakin saling menyakiti.

Pria itu tak merasa bersalah. Dengan gampangnya, ia menanyakan kabar dia dan apa yang sedang dikerjakannya. Dia tak ingin membalas semua perhatian itu. Dia lebih memilih diam. Lewat beberapa jam, sepertinya pria itu mulai sadar, ia mengirimkan pasangannya kata-kata maaf yang begitu banyak. Dia masih belum terima, dan dia rasa pria itu hanya mengucapkan maaf seperti biasa yang hanya di bibir. Sebenarnya dia sudah terluka jauh, karena perasaannya, yang sebenarnya sulit dikeluarkan, telah ia coba utarakan dengan sebaik-baiknya, tetapi malah dijawab dengan emosi yang berlebihan dari si Pria. Dia menangis di setiap detik, menyesali setiap kata-kata yang dilontarkan si pria, dan menyesali kelemahannya dalam mengutarakan masalahnya kali ini. Dia kecewa, karena masalah ini tidak selesai, dan masih mengganjal bahkan tambah parah.

Dia lelah. Dia mendapati bahwa dirinya bodoh dengan melontarkan pertanyaan, “kenapa kamu ngga ngelakuin apa yang kamu tahu pasanganmu suka?” tentu saja malas dan rasa tidak biasa bukan menjadi jawaban atas pertanyaan ini. Karena kalian tahu bukan, ketika seseorang jatuh cinta, dan sayang kepada orang lain, dia akan mengusahakan yang terbaik untuk pasangannya, mengalahkan rasa malas dan tidak biasa nya. Dia tak habis mengerti mengapa si Pria hanya menjawab sebatas ia tidak biasa. Oleh karena itu dia terus menerus mengincar si Pria dengan pertanyaan kenapa. Bodoh sebenarnya, karena alasan paling logis yang tidak akan mungkin diakui si pria adalah bahwa ia malas berusaha untuk menyenangkan pasangannya dan mungkin masuk dalam kategori tidak peduli. Bodoh karena Dia masih mengharapkan jawaban si Pria, sedangkan dia tahu ujung-unjungnya akan mengarah kepada jawaban tadi, yang mungkin jika dikatakan oleh si Pria, akan lebih menyakitkan. Dia memilih diam. Bagaimanapun juga, hatinya telah dimiliki si Pria. Dia tak bisa pergi kemana-mana dan tak bisa marah lama-lama. Dia tahu segalanya akan luluh lagi,bahkan dalam waktu dekat. Tetapi seperti biasa, masih ada rasa yang menganjal, yang mungkin akan dicoba untuk tak lagi dikeluarkan dan rasa sakit yang akan membekas.

***

03 May 2011

saya ingin pulang :'(

hidup saya berdasar kesalahan,
lalu tenggelam semakin dalam,
terpuruk,
dalam kelam yang sebenarnya semakin mencekam.

Mereka putih,
lalu panik,
memandang saya dari atas dan menganggap salah,
mereka menangis untuk itu..

Ekspresi berlebihan.
bahwa saya sudah tenggelam begitu dalam,
mereka tidak tahu.
Yang mereka lihat hanya bayangan dari atas,
yang masih terlihat dekat dengan permukaan.

Saya menggigil,
bahwa disini begitu dingin dan menyakitkan,
selalu membuat jiwa saya tersakiti.
saya ingin pulang,
tapi selalu gagal dan tak bisa kembali. :'(