12 November 2018

Part 3




Adia Prisha Odel,
Hadiah penuh cinta pemberian Tuhan.

Ia memilih saya menjadi ibunya.
Mengijinkan saya merasakan kebahagiaan yang dibawa olehnya.
Percaya bahwa saya dapat membantu memenuhi misinya di dunia.
Mengubah banyak hal dalam hidup dan cara pandang.

Sebulan pertama bersamanya,
menyadarkan saya,
Hidup kini bukan hanya untuk diri sendiri,
Ada makhluk kecil yang menggantungkan hidupnya pada saya.
Membuat saya mengalahkan diri berkali-kali,
Mengikis keegoisan,
Dan dengan sukarela mengorbankan banyak hal untuknya.

Sebulan pertama menyadarkan saya,
Menjadi ibu adalah pekerjaan tanpa jeda, tanpa libur.
Lelah yang harus dinikmati dan disyukuri,
Karena waktu mendadak bergulir begitu cepat ketika ia ada dalam dekapan.

Sebulan pertama,
Membawa saya ke masa lalu,
menyadarkan saya,
Betapa di suatu ketika,
Saya juga si makhluk kecil yang tidak berdaya.
Yang dicintai dengan sangat oleh orang tua saya.
Membuat saya ingin menyalurkan begitu banyak kasih juga kepadanya.
Menjadi setangguh orang tua saya.

Sebulan pertama menyadarkan saya,
Betapa saya beruntung
Dikelilingi orang-orang baik,
yang selalu siap membantu.
Menjadi penyangga dan alasan utama saya dapat tetap bahagia.

Sebulan pertama,
Begitu banyak keberuntungan
Yang saya yakini muncul dari hati yang terus bersyukur.
Membuat saya merasa begitu diberkati.

Menyadarkan saya,
Hal terbaik yang saya dapatkan dalam hidup,
Seringkali bukan hasil usaha saya sendiri,
Melainkan hanya hadiah penuh cinta pemberian dari Sang Pencipta Semesta.

Adia Prisha Odel.

06 November 2018

Part 2

Hari perkiraan lahir saya tanggal 2 Oktober.

Mendekati masa lahiran,
ketakutan dan proyeksi saya tentang rasa sakit pada proses lahiran,
sama sekali sirna.
Saya sendiri bingung karena tidak merasa takut,
Saya justru semangat dan penasaran,
akan seperti apa rasanya melahirkan.

Saya mulai merasa ada perubahan di tubuh saya pada minggu ke 37,
Seperti agak tertekan ke bagian bawah dan agak ngilu.
kata Bidan, janin saya sudah turun panggul, dan sudah terkunci di jalan lahir,
tinggal tunggu waktu lahirnya saja.

Mendekati hari perkiraan lahir,
Orang tua saya terutama mama, terlihat khawatir.
Hampir setiap hari menanyakan, "Udah ada tanda-tanda mau lahiran?"
Saya menjawab dengan santai, "Belum, tenang aja."
Saya tahu, hari perkiraan lahir tidak selalu tepat.
Dan saya percaya bayi saya mempunyai waktu yang tepat untuk keluar melihat dunia.

27 September
Saya mulai merasakan kontraksi dan keluar flek darah.
Orang tua saya khawatir dan menyuruh saya untuk segera ke rumah sakit,
tapi berbekal pengetahuan dari @bidankita,
saya tenang, karena mengetahui flek adalah hal yang wajar ketika mendekati proses lahiran,
sehingga tidak perlu terburu-buru ke rumah sakit.

28 September
jadwal kontrol saya ke Bidan.
Kondisi janin di cek dan masih bagus.
Ibu bidan bilang, "Duh, saya gemes kenapa gak keluar-keluar, padahal udah tinggal keluar aja loh ini anaknya, udah masuk panggul n udah kekunci"
Saya senyum, saya tahu janin saya punya waktunya sendiri.

1 Oktober
Saya merasa kontraksi semakin intens.
Saya mengecek dengan aplikasi "Kontraksi Nyaman"
Mulai dari subuh hingga tengah malam,
saya merasa kontraksi berdurasi sekitar 45 detik sampai 1 menit,
dengan selang waktu 7 sampai 10 menit sekali.
Tapi rasanya masih belum teratur dan masih bisa saya tahan.

2 Oktober
Pukul 09.00, jadwal kontrol saya ke Bidan lagi karena bertepatan dengan HPL,
Kali ini saya dibawa ke ruang bersalin,
di CTG (untuk mengontrol denyut jantung janin) dan cek dalam.
Kata suster sekaligus bidan di ruang bersalin itu, saya sudah pembukaan 2.
Saya diminta untuk masuk rumah sakit karena hasil CTG dikatakan kurang memuaskan.
Saya dan suami ngotot untuk pulang, karena hasil CTG sejauh yang kami lihat masih oke,
dan pembukaan pun masih kecil.
Akhirnya saya menandatangani surat penolakan rawat inap dari RS.

Sepulang dari RS, saya merasa kontraksi semakin sering dan gerakan janin saya semakin aktif.
Dalam hati, saya merasa waktunya sudah dekat untuk berjumpa dengan bayi saya.

Malam hari pukul 21.00, saat suami saya pulang kerja,
saya mengajak ke RS untuk mengecek sudah pembukaan berapa.
Saat itu, kontraksi saya rata-rata berdurasi 45 detik - 1 menit,
dengan selang waktu 4 sampai 6 menit sekali.
Tetapi saat di cek, ternyata masih pembukaan 3.
Lagi-lagi suster menyarankan agar saya tinggal di RS.
Saya mulai galau, karena saya merasa waktunya sudah dekat, dan akan merepotkan jika bulak balik dari rumah ke RS, tapi saya juga merasa tidak mau masuk RS kalau bukaan masih 3.
Saya selalu mengafirmasi diri saya sendiri, saya masuk RS kalau sudah bukaan 5 atau 6.
Saya merasa suster pun agak memainkan emosi saya, dengan bilang "Ibu jangan egois, mendingan nginep aja disini, daripada bayinya kenapa-kenapa." Huft. Saya galau.
Untung suami saya konsisten.
Suami saya tegas pada pendirian kami di awal (tidak mau masuk RS kalau pembukaan masih kecil). Dia mengajak saya pulang, dan bersedia mengantar saya kembali ke RS, kalau tengah malam semakin sakit.
Saya setuju, akhirnya kami pulang.
Dan saya menandatangani surat penolakan rawat inap dari RS ((LAGI)).

Sesampainya di rumah, saya tidak bisa tidur.
Kontraksi datang semakin sering.
Kira-kira durasi 1 menit dengan selang waktu 2 sampai 4 menit sekali.
Saya mengajak suami ke RS lagi pukul 2 pagi.

Pukul setengah 3 saya sampai di RS, dan di cek oleh bidan sudah bukaan 5.
Saya pikir, pukul 8 saya akan sudah lahiran.
Saya menghabiskan waktu dari pukul 3 ke pukul 8 dengan tiduran.
Saat kontraksi datang saya bangun, tetapi pada selang interval, saya tidur karena mengantuk.
Tapi saya salah,
dengan tidur, kontraksi saya malah semakin melambat.
Intervalnya semakin lama / jarang.

Pukul 08.00 saya di cek lagi oleh bidan, dan ternyata baru pembukaan 6.
Ibu Bidan bilang, kalau pukul 12.00 nanti di cek kontraksinya masih kurang bagus,
saya akan di alihkan menjadi pasien dokter.

Kira-kira pukul 10.30, suami saya mengajak saya untuk bergerak,
tidak hanya tiduran.
Saya akhirnya bermain birthing ball, dengan suami yang membantu memantau kontraksi saya lewat aplikasi Kontraksi Nyaman.
Kontraksi saya maju begitu cepat saat saya bermain birthing ball.
Dalam 1 jam, kontraksi saya sudah maju dari 4 menit sekali menjadi 2 menit sekali dengan durasi kontraksi selama 1 menit.

Pukul 11.30, saya buru-buru memanggil bidan untuk kembali di cek dalam.
Ternyata sudah bukaan 8,
dan pada saat itu, entah sengaja atau tidak, ketuban saya pecah.

Selebihnya yang saya ingat,
saya diminta untuk menghadap ke kiri dan menahan untuk tidak mengejan karena pembukaannya belum lengkap.
Saya tahu, kalau pembukaan belum lengkap tetapi saya mengejan, akan berakibat fatal karena jalan lahir saya akan bengkak, dan bayi saya malah tidak bisa keluar.
Pikiran saya seketika kacau karena saya merasa janin saya mendorong tubuhnya sendiri untuk keluar, tetapi saya harus menahannya karena pembukaan belum lengkap.

Saat itu saya bilang kepada suami saya kalau saya tidak kuat untuk menahan tidak mengejan.
Saya pun minta ke suster untuk segera di suntik atau di bantu agar pembukaan lengkap dan saya bisa mengejan.
Tetapi suami dan suster / bidan yang menemani saya saat itu menyemangati saya dan mengatakan kalau saya pasti mampu melewatinya.

Tidak berapa lama, ada bidan lain yang masuk ke ruang bersalin dan mengecek.
Ternyata sudah bukaan lengkap.
Para suster dan bidan langsung menyiapkan peralatan untuk lahiran,
dan saya dipersilahkan untuk mengejan.

Tidak ada aba-aba dari bidan,
saya mengikuti ritme tubuh saya sendiri,
Dengan beberapa kali mengejan, lahirlah bayi saya,
yang kami beri nama Adia Prisha Odel.
Adia Prisha artinya hadiah penuh cinta pemberian Tuhan.
Odel merupakan singkatan nama Okta dan angel.

Lega teramat sangat!
Kami (Saya, suami, dan buah hati kami) berhasil melewati proses persalinan ini dengan kerjasama yang indah.

Saya belajar,
untuk melewati proses persalinan yang bebas trauma,
butuh kedisiplinan dan keinginan kuat.
Butuh dukungan dari orang terdekat.
Butuh persiapan mental, fisik, dan spriritual.

Persiapan mental,
Dengan banyak membaca dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi mengenai proses kelahiran,
agar pada akhirnya mengerti segala resiko, keuntungan dan kekurangan atas tindakan yang akan di ambil saat melahirkan.

Persiapan fisik,
Dengan tetap aktif bergerak, berolahraga, melatih pernafasan perut, dan memberdayakan diri.

Persiapan spiritual,
Dengan banyak melakukan afirmasi positif kepada diri sendiri,
mempercayai tubuh yang sempurna yang telah Tuhan angerahkan,
mempercayai bahwa janin saya adalah janin yang jenius dan bisa di ajak berkomunikasi.

Bagi saya,
Proses persalinan adalah proses berdamai dengan diri sendiri dan mengalahkan rasa ego.
Proses kerja sama yang indah antara ayah, ibu dan buah hati kami.
serta proses untuk berteman dengan rasa sakit.
(Karena rasa "sakit" dalam proses persalinan merupakan pertanda baik,
bahwa sudah semakin dekat waktunya untuk bertemu dengan kesayangan)

05 November 2018

Part 1

Belakangan saya selalu merasa kurang.
Seperti ada perasaan harus mengerjakan sesuatu yang belum dikerjakan,
tapi saya pun tidak tahu apa yang harus saya kerjakan.
Padahal saya merasa seluruh pekerjaan sudah dilakukan tuntas semua.
Perasaan "kurang" itu sangat terasa dan membuat hati saya tidak enak.

Sampai di suatu sore,
saya ingat, saya berdoa, saya menyerah dan meminta maaf kepada Tuhan,
karena sering ngotot ingin jalan dengan rencana saya sendiri,
Sore itu, saya meminta Tuhan menunjukkan apa yang harus saya kerjakan.
Saya berserah, meminta Tuhan mengarahkan jalan saya,
karena saya tahu, Pencipta saya pasti tahu tujuan hidup saya,
dan Dia bisa mengarahkan saya agar memenuhi visi hidup saya hingga tak selalu merasa "kurang".

Beberapa waktu setelahnya,
Saya pikir, perasaan "kurang" itu dijawab Tuhan dengan arahan untuk melakukan pekerjaan lain.
Karena ada suatu hal yang melintas di hadapan saya,
dan saya merasa bisa membantu mengerjakan pekerjaan itu.
saya pikir Tuhan menunjukkan jalan untuk membantu pekerjaan itu.
Tapi ternyata bukan.
Bukan pekerjaan itu yang dimaksud.

Ternyata saya hamil.

Agak mengejutkan di awal, karena sebenarnya saya dan pasangan masih ingin menunda 1 tahun lagi,
pertanyaan yang terlontar pertama kali di dokter pun, "Kok bisa, Dok?"
Tapi pada pemeriksaan pertama itu,
saya sudah bisa mendengar suara denyut jantung janin saya,
walaupun umur kehamilan masih sangat muda,
dan saya terharu.
Sungguh ada makhluk hidup dalam perut saya.
Saya ingat doa saya di sore itu, biar kehendak Tuhan yang jadi, bukan lagi kehendak saya.

Di masa awal kehamilan, saya sempat cerita ke beberapa teman, perasaan saya campur aduk,
Saya ragu tentang banyak hal, terutama apa saya bisa menjadi orang tua yang baik.
Saya kasihan dengan anak saya, akan terlahir di dunia yang menurut saya semakin kacau.
Saya ragu, apa saya bisa melewati proses hamil hingga melahirkan (yang pada saat itu di pikiran saya, melahirkan itu sakiiiiiit sekali, saya ingat adegan sinetron-sinetron yang proses melahirkannya sambil teriak-teriak)

Tapi seiring perjalanan kehamilan, mental saya pun dibentuk.

Saya selalu merasa Tuhan berbicara pada saya lewat banyak hal,
Dia memberi penegasan, bahwa kalau Dia yang memberikan pada saya,
Dia juga yang akan memampukan saya.
Dan itu memang sudah terbukti dalam banyak hal di hidup saya.

Banyak kejadian yang saya pikir berat dan tidak mampu saya hadapi,
tapi toh pada akhirnya lewat juga.
Kekuatan di tubuh yang kecil ini, asalnya dari Sang Pencipta.
Maka saya hanya ingin pasrah, sungguh ikut saja maunya Tuhan dalam hidup saya,
membiarkan Dia bekerja melalui saya dengan caraNya yang ajaib.
Memiliki pemahaman seperti itu, membuat saya jauh-jauh-jauh lebih tenang.

Saya beruntung, dalam proses awal kehamilan, saya bertemu dengan akun instagram @bidankita dan bukunya yang berjudul "Bebas Takut Hamil dan Melahirkan".
Akun instagram dan buku ini ditulis oleh Bidan Yessie Aprilia, dan berisi banyak informasi tentang tubuh perempuan, proses kehamilan, dan proses melahirkan.

Lewat bidan Yessie itu pula lah, saya mulai mengenal filosofi Gentle Birth,
dan sungguh ingin menerapkannya dalam proses kelahiran saya.
Saya ingin memiliki proses kelahiran yang nyaman dan tidak menyisakan trauma,
karenanya saya banyak memberdayakan diri,
mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang kehamilan,
agar tidak mudah ditakut-takuti dan dibohongi.

Semakin saya menyerap pengetahuan mengenai hamil dan melahirkan,
Saya semakin disadarkan,
bahwa tubuh saya (tubuh perempuan) diciptakan sangat sempurna untuk melahirkan bayinya,
dan seharusnya masa kehamilan bebas dari keluhan,
karena ibu hamil bukanlah ibu sakit..

Karena bidan Yessi juga lah,
saya dan suami memutuskan untuk mengambil keputusan anti mainstream,
dengan memilih bidan sebagai provider kelahiran saya.
(Yang pada awalnya mendapat banyak tentangan, terutama dari orang tua saya yang pada masa kehamilannya dulu, sangat percaya dengan dokter)
Bukan ingin mengecilkan peranan dokter dan teknologi,
Tapi semata karena saya percaya proses kelahiran adalah proses yang alami,
dan tugas saya adalah mengembalikan proses itu menjadi proses yang alami,
bukan proses yang dipenuhi dengan banyak intervensi medis yang tidak perlu.

Saya belajar mempercayai tubuh saya,
Saya belajar mempercayai janin saya.
Perspektif ini membuat saya merasa bisa berkomunikasi dengan tubuh saya.
Menyuruh otot-otot rileks, meminta rasa sakit di punggung saya hilang,
berbicara dengan janin saya, dan lain-lain.
Perasaan "nyambung" dengan tubuh memberikan pengalaman baru yang menggembirakan untuk saya.

Kalau boleh dipadatkan, hal ini yang saya lakukan saat hamil :
1. Belajar percaya dan berserah dengan jalan Tuhan yang dihadapkan pada saya.
2. Mencari informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang masa hamil dan melahirkan.
3. Makan-Makan-Makan. Semenjak hamil, saya selalu lapar. Sepertinya, hamil ini penuh dengan makanan all you can eat dan es krim. (Tapi mulai 36 minggu, saya mulai diet karbohidrat dan gula). Oh ya, saya juga makan makanan bergizi (yang disiapkan oleh ibu saya). Dia tahu, anaknya tidak doyan sayur, karena itu, selama hamil, ibu saya yang menyiapkan makanan dan memaksa saya untuk makan makanan yang bergizi. "Demi anak," katanya. Setiap hari pasti ada sayur, daging, jus buah, buah potong, kacang hijau dan susu kacang :)
4. Melakukan olahraga renang, hampir rutin 2-3 kali dalam 1 minggu sampai kehamilan saya 9 bulan.
5. Melakukan prenatal yoga (beberapa pose setiap hari) untuk mengurangi sakit punggung dan rasa tidak nyaman lain.
6. Nungging selama 15-20 menit (2 kali dalam sehari) karena janin saya sungsang pada bulan ke 7, dan untungnya sudah normal pada bulan ke 8.
7. Minum air kelapa hijau setiap hari sejak usia kandungan 36 minggu.
8. Mendengarkan CD Hypnobirthing dari Ibu Lanny, sejak usia kandungan 32 minggu. Dan sejak usia kandungan memasuki 36 minggu, saya mendengarkan audio itu dua kali sehari.
9. Cek kandungan secara rutin ke dokter dan ke bidan. Mulai dari 1 bulan 1 kali, sampai seminggu sekali menjelang kelahiran.
10. Tetap mengerjakan kegiatan sehari2 dengan bahagia (tetap naik turun tangga, tetap nyetir sendiri, dll sampai kontraksi dan flek datang).

Pada akhirnya, kehamilan pertama ini,
seperti yang sudah pernah saya katakan dalam tulisan sebelumnya,
merupakan sebuah proses yang akan saya kenang selamanya sebagai perjalanan spiritual,
Untuk lebih berserah dan pasrah kepada Sang Pencipta,
Mempercayai bahwa Ia selalu menyediakan yang terbaik untuk saya,
Dan menikmati semua hal yang dihadapkan kepada saya dengan bahagia.