30 December 2017

:')

Di penghunjung tahun,
saya ingin berterima kasih,
untuk teman-teman yang memilih tetap bersama saya.

Hanya sedikit yang bisa saya andalkan.
Hanya sedikit yang bisa saya percaya.

Karena meski banyak basa-basi,
secara menyedihkan harus di akui,
memang hanya sedikit yang sungguh peduli.

Terima kasih sudah hadir di kehidupan saya,
menjadi bagian dari mereka yang peka,
diantara mereka yang sibuk memikirkan dirinya sendiri.

Terima kasih untuk setiap tawa dan pertemanan tulus yang boleh terjalin,
untuk setiap niat dan usahanya agar tetap bersama.

Saya terharu.

Dan pada akhirnya bersyukur kepada Sang Pencipta.
karena masih diijinkan untuk bertemu dengan mutiara seperti kalian.

22 September 2017

....

Jangan terlalu naif sayang.

Di dunia yang kejam ini,
Jangan terlalu percaya akan sikap baik.
Lebih baik apatis.

Terlalu percaya dengan setan-setan bermulut manis,
Membuat kamu terlihat bodoh.
Menjadi bual-bualan si pembawa berita.

Tapi tak apa.

Nyatanya kamu sudah belajar satu lagi tentang hal berharga.

Yang kuat, sayang.
Di depan masih banyak pelajaran menanti.

19 September 2017

Catatan Kecil

Seketika rasa sakit itu menyergap.
Membuat saya terdiam dalam pikiran yang mengawang bebas.
Memaksa saya kembali ke masa lampau,
dan menemui pertanyaan-pertanyaan "Mengapa?"
yang tak bisa terjawab.
Hati saya perih.
Saya merasa sesak.
Muak.

Kabar itu kembali menghantui,
Sosoknya kembali asing.
Kembali tak bisa saya percaya.
Terperosok dalam kesedihan yang menyayat.

Tapi...
Tidak lagi untuk kali ini.
Kali ini saya memutuskan untuk bebas dari belenggunya.

Yang lalu biarlah berlalu,
karena mengingat luka, hanya akan membuat nyeri.
Sakit bukan untuk diratapi,
tapi jadi bekal untuk masa depan.

Saya bukan lagi produk dari masa lalu.
Biarlah berlalu segala yang menyakitkan,
seiring sang waktu yang tak akan pernah berulang.

Kini saya berdiri tegak,
berhadapan dengan diri saya sendiri.

Memang bodoh,
tapi kali ini saya hanya ingin terjun se-terjun-terjunnya.
Tanpa prasangka.

mungkin akan mendarat dengan nyaman,
mungkin akan hancur berkeping-keping.

Entahlah.

Hidup memang merupakan sekumpulan ketidakpastian.

Yang pasti, saya ingin tetap bahagia menghadapi ketidakpastian itu.

16 July 2017

Tentang Berdoa

Pernah gak sih kalian ngerasa takut untuk berdoa,
terutama karena apa yang kalian doain,
bener-bener dikabulin secepet kilat?
Tapi dikabulinnya dalam bentuk yang berbeda.

Akhir-akhir ini, doa saya dijawab sangat cepat. SANGAT CEPAT, sampai-sampai saya takut.

Saya berdoa meminta kebijaksanaan untuk menghadapi anak buah,
selesai berdoa, otak yang sudah letih ini langsung memerintahkan mata untuk terpejam.
Tapi saat itu pula saya tiba-tiba sadar,
dalam transaksi toko di hari itu,
ada uang toko yang hilang,
pegawai saya ada yang tidak jujur.
Saya juga heran, kenapa bisa mendadak ingat,
padahal sedang tak pegang buku catatan dan kalkulator.
Semalaman saya jadi tak bisa tidur,
memikirkan kalimat apa yang harus saya sampaikan besok pagi,
yang baik untuk semua pihak,
yang tidak menyakiti hati orang lain.

Saya berdoa meminta kesabaran,
Tak lama kemudian, saat sedang PMS,
dan dalam keadaan yang lumayan tertekan,
karena waktu mepet untuk pergi ke suatu acara,
saya harus bertemu customer "gila",
yang berteriak-teriak seperti orang kesetanan,
memaki-maki saya dengan semua nama hewan di kebun binatang bertebaran,
di depan toko saya, sehingga menyita perhatian semua orang,
hanya untuk berusaha menutupi kesalahannya sendiri.

Jujur, sebenarnya saya jadi takut berdoa.

Beruntung, saya mampir ke blog nya Ka Enda disini
sepertinya Tuhan memang mau saya melihat kesana.
Tuhan mau saya mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan abstrak yang sudah bermunculan di kepala saya.

Kata Ka Enda,
"Tuhan menggarap "pemohonnya", bukan "permohonannya".
Allah lebih tertarik membentuk kita, dibandingkan melepaskan persoalan kita."

Saya jadi lemas.

Pikiran saya sudah melayang,
membayangkan akan seperti apa hidup yang akan saya jalani,
kalau saya meminta sesuatu.

Saya akan selalu bertemu persoalan-persoalan,
bertemu hal-hal yang justru dalam kehidupan normal saya hindari,
saya jauhi dan sungguh tak ingin terlibat.

Seketika,
batin saya menapar saya bolak-balik,
dia mengajak saya untuk sadar sesadar-sadarnya,
bahwa hidup bukan tentang menghindar,
tapi tentang menghadapi.

Bagaimanapun saya berusaha menghindar,
Jika Tuhan sudah berkehendak,
mau tidak mau harus saya hadapi.

Dan untuk setiap hal yang akan saya hadapi,
saya perlu selalu meminta dari Tuhan,
karena tanpa Dia, saya tak punya apa-apa,
tanpa Dia, saya bukan siapa-siapa.

Kalau boleh,
saya ingin ikut mengutip kalimat Denny Siregar, dalam buku "Tuhan dalam secangkir kopi",
Meminta itu mudah. Yang sulit adalah menjalani proses menuju tempat permintaan itu dikabulkan.

Batin saya berisik, menantang diri saya sendiri.

Meminta memang mudah.
Tapi sungguh kuat kah saya bertanggung jawab menjalani proses menuju tempat permintaan itu dikabulkan?
sungguh kuat kah saya tidak lari ketika keadaan semakin sulit?
sungguh mampu kah saya menegakkan kepala
ketika yang dihadapkan pada masalah yang bertubi-tubi?

Pada akhirnya, pertanyaan batin saya berujung pada,
Sungguh percaya kah saya, bahwa Sang Pencipta sedang mengarahkan saya
untuk masuk dalam rencanaNya yang begitu besar dan terbaik bagi saya?

Jika jawabannya "percaya",
harusnya tak ada kata menyerah dalam kamus.
Karena apalah arti masalah-masalah yang dihadapi,
ketika dibandingkan dengan rangkaian rencana Sang Pencipta yang besar?
Berdoa, terima, hadapi.

Sesederhana itu.

09 July 2017

7 kebiasaan baru di 7 bulan pertama menikah :)

Here we go!

Nomor satu, jelasss : MASAK! Haha
Ini sih kebiasaan baru banget, karena sebelumnya aku  jarang masak.
Di rumah, semua makanan enak itu dimasak mama, jarang pusing tentang apa yang bakal dimakan, karena selama ada mama, semua beres. Lalu pas nikah, jeng jeng..... kalo gak mikir mau makan apa, gak makan makan.

Aku lebih pengen masak dibanding beli lauk yang udah jadi, alesannya simpel, aku gak suka sayur. Kalo beli lauk yang udah jadi, aku gak bakal beli yang namanya sayur-sayuran, tapi kalo masak makanan buat bareng-bareng suami, kasian juga kalo gak masak sayur, terus jadi masak sayur, jadi "terpaksa" deh makan sayur masakan sendiri wkwk.. Gara-gara masak, aku juga membulat! Kalo dulu makannya masih suka gak teratur, kalo sekarang, dari pagi udah masak nasi + masak lauk untuk berdua, 3 kali makan ( pagi - bekel siang - malem), terus di luar makan malem, juga masih ada "cemilan-cemilan malem" -,-" Yaa, paling ngga, dengan masak, makanannya lebih sehat n lebih bersih daripada jajan yang garing-garing melulu.

Oh ya, namanya juga pertama kalinya terjun di masak-masakan ini, aku sama suami gak tau yang namanya lengkuas. Akhirnya kita cari bareng lah si 'lengkuas' itu. aku cari di kulkas, suami cari gambarnya di internet. Dan ketemulah kita, kebetulan banget lengkuas yang ada itu klop sama gambar yang di internet. Sama persis. Terus kita kesenengan bareng. Wkwk. Ini nyari lengkuas udah kayak nyari harta karun. Haha.  Intinya, masak juga bisa seru kalo dilakuin bareng-bareng. Ini juga bikin kita bisa bagi-bagi tugas saling ngebantuin. Biasanya aku yang siapin semua bahan, bumbu, & ngerebus-rebus, sedangkan si suami yang masak nasi & goreng menggoreng. Masak pun jadi cepet selesai :)

Dua : Ke Pasar!
Pengakuan : Ini sebelom nikah cuma beberapa kali dilakuin (bisa dihitung pake jari di satu tangan). Haha. Setelah nikah, bingung gitu mau beli sayuran di mana. Awal-awal sempet ke pasar, tapi mungkin si penjualnya juga tau kalo aku sama suami itu orang yang baru belanja ke pasar, lalu dimahalin lah harganya semua. Pas bandingin sama supermarket malah murah di supermarket. Setelah itu bete, lalu belanja di supermarket terus.

Ntah kenapa, di suatu pagi, aku sama suami mau sok-sok olahraga sehat gitu, jadi kita lari pagi, tapi lari pagi nya maunya yang bertujuan, jadilah sekalian ke pasar, belanja bahan makanan buat dimasak. wkwk. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Nah, kali ini, sayurannya lebih seger-seger gitu daripada di supermarket, dan harganya yah masih oke lah, gak dimahalin kayak pertama kali. So, jadilah kita terus-terusan langganan ke pasar tiap 2 atau 3 minggu sekali, belanja bahan makanan di pasar. 

Tiga : Baca Alkitab bareng
Kita bikin target buat nyelesain baca alkitab bareng setelah nikah ini. Jadi tiap hari kita baca 1-3 ayat secara berurutan dari depan sampe belakang. Kita pikir kalo baca berdua, akan lebih kuat sih niatnya. Masing-masing kita dari dulu memang niat baca abis alkitab, tapi gak pernah ada yang sampe finish, jadilah sekarang dimulai. Wkwk. Awal-awal baca, percakapannya gini : "Kamu udah sampe ayat berapa? Ya udah deh aku tungguin, hari ini aku baca sedikit aja", tapi belakangan percakapannya jadi gini, "Yes, aku udah lebih dulu bacanya dari kamu", "Yes, kamu masih ketinggalan", "Ah hari ini aku baca banyak ah, biar kamu gak bisa ngejar aku" wkwkwk. Anyway, apapun percakapannya, berdua memang bisa bikin niat kita lebih konsisten dibanding sendirian. :)

Empat : Tidur bareng suami
Ini bukan cuma konteks berbagi ranjang sama suami sih, tapi tentang jam tidur juga.
Dulu, pas jaman pacaran, aku itu kalong banget, baru seger kalo udah menjelang malem, sampe tengah malem lewat (maklum orang seni yang nyari ilhamnya malem wkwkwk), sedangkan si pacar, kalo malem itu biasa udah tewas duluan. Tapi setelah nikah, si suami nungguin aku tidur, baru dia mau tidur. Nah, aku gak enak kalo tidur malem-malem dan bikin dia juga tidur malem / agak pagi. Makanya akhir-akhir ini, kita jadi tidurnya gak terlalu malem. Lucu juga sih, kalo dulu di rumah, biasanya aku yang tidur paling malem, semua udah tidur, aku masih ngutak ngutik sendiri di ruang kerja, lalu kalo udah ngantuk ya tidur sendiri, kalo sekarang, ada yang nungguin sampe aku tidur, baru mau tidur. (Ps : alesan si suami nunggu aku tidur dulu, itu kayaknya gara-gara doi tidurnya ngorok, doi takut aku gak bisa tidur kalo doi tidur duluan, jadi dia seringkali nunggu aku pules dulu, baru doi tidur :)) )

Lima : Curhat sesuka hati
Aku tipe pemikir banget, tentang hidup, tentang impian, tentang segala hal. Apapun dipikirin. Banyak muncul pertanyaan pikiran yang remeh temeh, sampe ke abstrak, lalu jadi berat sendiri. Biasanya aku butuh temen ngobrol, yang bisa diajak berdiskusi, yang kadang-kadang bisa ngarahin otak aku, kalo jalan pikirannya udah mulai ngalor ngidul, atau yang sekedar nasehatin kalo aku salah, tanpa menggurui atau sok tahu. Dan untungnya, untuk urusan ngobrol-ngobrol ini, aku klop banget sama suami. Kita bisa ngobrol berjam-jam. Kalo dulu pas pacaran, kita bisa selalu ngobrol pake chat, tapi biasanya untuk obrolan-obrolan berat, kita omongin pas ketemu dan itu terbatas, cuma selama ketemu (gak tiap hari juga ketemunya), nah, kalo sekarang bisa sesuka hati, bisa kapanpun, bahkan kadang sampe ketiduran :')

Enam : Ngelist pemasukan & pengeluaran
Kalo ini sih sebenernya bukan kebiasaan yang baru-baru banget. Sebelum nikah pun aku udah sering ngelist detail pemasukan n pengeluaran, karena aku sering banget ngerasa uangnya pergi entah kemana, makanya dari dulu suka nulisin apa aja pengeluarannya supaya inget. Tapi kalo sekarang ini agak lebih rinci sih. Untuk pengeluaran, di tiap akhir bulan, pasti kita di masukin datanya ke komputer dibagi-bagi per pos nya (misalnya : pos belanja rumah tangga, pos makan di luar, dll dll) terus kita sama-sama ngitung pos-pos apa aja yang pengeluarannya besar & sebenernya gak perlu. Susun target pemasukan di bulan berikutnya. Yaa begini memang ribet sih, tapi kita sama-sama suka ngelakuinnya, semuanya jadi jelas, pengeluaran jadi lebih efisien.  :D

Tujuh : Selalu dianter jemput sama suami selama dia bisa.
Dulu kalo masih pacaran, memang si pacar sering nganterin atau ngejemput, terutama kalo aku ke tempat yang jauh, atau kalo udah malem. Tapi kasian juga sih, karena rumah aku sama rumah si pacar lumayan jauh, jadi kalo nganter atau jemput itu bulak balik banget. Untungnya selama 11 tahun pacaran, dia gak pernah ngeluh untuk nganterin atau ngejemput, malah dengan senang hati mau ngelakuinnya. Kebanyakan, aku yang suka nolak n milih buat pergi sendiri dibanding harus ngerepotin si pacar. Kalo sekarang, all the time, dia bersedia nganterin dan ngejemput selama dia gak lagi ada acara, dan enaknya, dia udah gak perlu bulak balik yang jauh, karena kita satu tempat tinggal sekarang :D

Yaaa.. ini 7 kebiasan baru yang dikelompokin besar-besar sihh, kalo mau di list-in, mungkin akan super panjang listnya. Tapi berhubung sekarang lagi ngerayain 7 bulan, ya udah 7 aja deh listnya. Haha.

24 June 2017

Suami.

Akhir-akhir ini, beberapa orang menanyakan kepada saya,
"Gimana setelah nikah?"

Jawaban saya sederhana, "Enak." Haha.

Saya dulu mungkin termasuk orang yang anti menikah muda,
saya pikir, saya punya banyak cita-cita,
punya banyak keinginan,
punya banyak target,
yang dengan "keras-kepala"nya ngotot harus saya penuhi sebelum saya menikah.

Saya pikir, tanpa menikah pun saya tidak merasa kekurangan,
Saya bisa mencukupi kebutuhan diri saya sendiri,
Saya bisa melakukan segala pekerjaan saya sendiri,
Saya dikelilingi oleh keluarga yang baik, pacar yang baik, teman-teman yang baik.
Singkatnya, saya malah merasa tidak perlu menikah.

Tapi ternyata setelah menikah,
pandangan saya berubah.

Ada lebih banyak hal yang dapat saya lakukan berdua dengan suami.
Ada lebih banyak impian yang dapat kami capai.

Saya merasa seperti naik level,
kalau dulu semua masalah saya bisa saya selesaikan sendiri,
sekarang Tuhan memberikan masalah yang sungguh berat saya pikul sendirian.

Disinilah saya paham.
Tuhan sudah mempersiapkan saya, untuk mengasah saya lebih tajam lagi,
Oleh karenanya, Ia menyediakan pendamping bagi saya.

Seorang pendamping yang tidak pernah lelah untuk menyemangati saya,
Membantu saya berdiri kembali ketika saya hampir menyerah,
Memberi arahan kepada saya ketika saya hilang arah,
Membopong saya ketika saya jatuh dan berdarah-darah,
Memberi saya kekuatan ketika saya di ambang batas kelelahan,
Memberi senyum di wajah saya ketika saya melewati hari yang tidak baik.

Saya kehabisan kata-kata.

Tuhan begitu baik.
Mengirimkan seorang suami yang sudah Tuhan pilihkan,
untuk memampukan saya,
menghadapi masalah apapun di hari esok dengan kuat dan tetap bahagia.

Menghargai Waktu

Bersyukur untuk hari ini yang dilalui dengan tenang.
Jauh dari kegaduhan,
Jauh dari terburu-buru,
Jauh dari rasa dikejar waktu,
Jauh dari kesibukan.

Menghargai setiap detik yang terlewati
sebagai sebuah anugrah,
untuk sekedar bernafas,
untuk berhenti sejenak,
mengambil jeda,
menyusun lagi rencana ke depan,
dan kemudian bertarung lagi dengan berani.

Sebuah Pembelajaran

Saya diajar untuk percaya,
Sepenuhnya percaya kalau Tuhan adalah pemilik hidup saya,
dan Ia yang sepenuhnya memegang kendali atas saya.

Saya diajar untuk sabar,
untuk mengampuni dan melupakan,
karena pembalasan sepenuhnya adalah urusan Tuhan.

Saya diajar untuk berbagi,
untuk punya kerelaan hati dan keikhlasan,
karena menyimpan dendam menimbulkan lara.

Saya diajar untuk berserah,
untuk percaya bahwa rezeki adalah pemberian Tuhan,
tapi mengusahakan yang terbaik adalah tanggung jawab saya.

Saya diajar untuk berani,
untuk menghadapi apapun yang memang harus dihadapi,
karena terus menerus menghindar hanya membuat durasi lambat.

Saya diajar untuk teliti,
untuk melihat dan mendengar dengan lebih cermat,
untuk membuka mata kepada hal-hal yang tidak tepat.

Saya diajar untuk pasrah,
bahwa atas izin Dia lah sesuatu terjadi,
dan Dia lah yang mengarahkan kehidupan saya.

Saya diajar untuk rendah hati,
untuk sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan dalam keputusan apapun,
karena saya tanpa Tuhan, hanyalah butiran debu tak berguna.

Dalam sekejap,
begitu banyak pembelajaran.
Rasanya seperti naik roller coaster tanpa ada jeda sedikitpun.
Melaju super cepat tanpa berhenti.
Hari-hari yang tiba-tiba dipenuhi hal-hal baru,
orang-orang baru.
Terlalu kilat.

Tapi pada akhirnya saya sungguh diajar bersyukur,
bahwa dalam apapun yang saya lewati,
saya diberi kemampuan dan kekuatan untuk tetap berdiri dan tetap bahagia.

"Terima kasih, Tuhan. Engkau amat baik."

Tetap Bersyukur!

Seorang teman baik yang sudah lama tak bertemu,
secara gamblang mengirimkan pesan kepada saya,
"Jel, gua ngiri deh sama lu. Hidup lu kayak enak banget.."
Saya tersenyum membacanya. "Yuk sini ketemuan," saya balas.

Selang beberapa hari,
kita bertemu dan bertukar cerita tentang hidup.
Dia dengan ceritanya, dan saya dengan cerita saya.

Lalu dia bilang,
"Ternyata gak seenak yang gua liat ya,
Setelah denger lu cerita, ternyata lu juga nanggung masalah yang sama beratnya kaya gua,
bahkan mungkin lebih berat"
Saya tersenyum lagi.

Nyatanya, tidak semua masalah harus diumbar,
saya lebih suka membaginya secara personal ketika bertemu,
Tentu, pada orang-orang yang sungguh peduli.

Setiap kita, pasti memliki masalahnya masing-masing,
tapi bagaimana di balik setiap masalah itu,
kita tetap bisa berjuang, tetap berdiri, tetap tertawa, tetap bersyukur,
itu bagian yang terpenting bagi saya :)

18 May 2017

:(

Di tengah rasa lelah yang tak lagi bisa di jumlah.
Ada banyak celah untuk sekedar membenarkan rasa menyerah.
Rasa kalah yang tak lagi bisa di olah.

Tapi hidup ini terus melaju,
meski jalan semakin berat karena tertutup salju.
Raga harus terus bergerak, meski kepala tak mengangguk tanda setuju.

Waktu nyatanya bisa membunuh.
Jika tak digunakan untuk sesuatu yang membuat penuh.
yang ada hanya jenuh.

:)

Tenggelam menikmati duka,
menikmati setiap sayatannya, setiap guratan,
hingga pada akhirnya terperosok semakin dalam.

Diam, meski pikirannya menggembara.
Jauh, menelusup ingatan dan perasaan sakitnya.
Entah untuk apa.

Ia hanya ingin.

Berteman dengan luka dan sakit.

Meski yang akan terlihat padanya
akan selamanya senyum dan tawa bahagia.

25 April 2017

Maju :)

Di suatu perenungan,
dia pernah kira dirinya salah jalan,
tapi aneh, tak pernah sedikitpun ada rasa sesal.

Dia memilih jalan sulit.
Atau mungkin, jalan itu memang bukan pilihan.
Karena jalannya selalu terarah.

Barangkali perjalanan sulit itu memang diperhadapkan,
untuk memaksanya berkembang,
membawanya melihat perjuangan orang-orang yang dia cintai,
memberikan kepadanya perasaan berguna.

Masih banyak yang harus dilakukan.
Seperti seorang liliput, dalam taman raksasa luas,
sedikit demi sedikit, mencoba mengukur dan memetakan taman.

Gentar,
tapi tak akan pernah mundur.

Melangkah,
meski harus merangkak.

Takut,
tapi tak akan pernah menyerah.

Karena dia tahu,
kekuatannya tak pernah berasal dari dirinya.

Kekuatan dan arahannya,
berasal dari Sang Ilahi,
Pencipta Alam Semesta.

:')

Banyak kali saya ingin bertanya, "Mengapa?"
Tapi pertanyaan itu sekuat hati saya tahan.
Saya yakin pertanyaan itu tak akan memberikan jawab,
hanya akan membuat perasaan bersalah dan rasa sesak.

Saya pikir, saya akan lebih butuh pencerahan,
daripada menyalahkan.

Menahan pertanyaan saya hanya sampai di hati,
ternyata membukakan mata saya pada kenyataan luar biasa.

Saya tak mengerti lagi, harus menyebutnya apa.

Sang Ilahi,
menganugerahkan saya begitu-sangat-banyak keberuntungan.

Bahkan salam situasi yang saya anggap buruk,
Saya merasakan begitu banyak keberuntungan,
seperti suatu jalan yang memang sudah terarah dan disiapkan.

Lalu, di saat itu, saya terhentak,
Masihkah saya layak mempertanyakan?

10 April 2017

Empat Bulan :)

Kami memulai pernikahan kami dengan banyak perbedaan.

Salah satunya, saya orang yang perfectionis dan ambisius, tapi Okta orang yang santai.
Apapun yang saya lakukan, saya selalu menuntut diri saya untuk mengerjakannya dengan sempurna,
hingga kadang kecewa sendiri kalau segala sesuatunya tak sempurna.
Tapi Okta yang santai, mengajarkan saya tentang bekerja saja dengan sebaik-baiknya, tetapi menyerahkan hasilnya pada Sang Pencipta.
Awalnya saya tak bisa terima, ketika hasil pekerjaan yang kami lakukan bersama-sama menjadi tak sempurna, ngomel sana, ngomel sini, tetapi lama, lama, perbedaan ini dapat kami kombinasikan dan berjalan beriringan, menghasilkan Okta dan Angel baru, yang lebih baik lagi.

Kemudian, saya juga selalu menuntut kecepatan waktu.
Ketika ada suatu pekerjaan, saya akan mengebut untuk mengerjakannya,
hingga terkadang lupa waktu dan setelah pekerjaan itu selesai, saya seringkali jadi jenuh.
Tapi Okta berbeda.
Gaya kerjanya yang santai, mengajari saya tentang ketekunan.
Pekerjaannya dikerjakan sedikit demi sedikit, tetapi terus menerus.
Pekerjaan yang saya lakukan dalam seminggu, mungkin Okta akan mengerjakannya dalam 2 minggu, atau bahkan 3 minggu, tapi setelah itu dia tetap melanjutkan dengan pekerjaan yang lain,
sedangkan saya, setelah 1 minggu, saya butuh istirahat panjang karena jenuh.
Awalnya saya bahkan tak paham, mengapa ada orang yang bisa begitu santai mengerjakan sesuatu.
tapi melihat ketekunannya, saya luluh. Ada banyak hal yang bisa saya pelajari dan kami kombinasikan untuk lebih baik lagi.

Masih banyak perbedaan-perbedaan lain yang berhubungan dengan kepribadian kami.
Begitu banyak, hingga saya berpikir, kami memang dua orang yang sungguh-sungguh berbeda.

Lalu apa yang membuat kami menyatu?

Jawabannya, bukan cinta,
tapi komitmen.
Terutama komitmen untuk selalu mencintai pasangan yang sama.
Komitmen untuk menerima pasangan apa adanya.
Mau berusaha untuk kelangsungan hubungan kami.

Sedih juga, mendengar teman yang berpisah dengan alasan "tidak cocok",
karena saya sungguh yakin, dibalik kata "tidak cocok" itu, sebenarnya hanya ada "ketidakmauan berusaha".

Masih terlalu dini memang, baru empat bulan pertama,
apalah artinya jika dibandingkan dengan "selamanya".

Tapi semoga Oktangel bisa jadi pembuktian,
sebesar apapun perbedaannya,
seberat apapun masalahnya,
kita pasti akan mampu menghadapinya,
asalkan sama-sama mau berusaha,
dan tidak menyerah :)

03 February 2017

Tujuan Hidup

Di antara kelelahan yang sangat.
Seringkali saya merenung,
Kemana semua ini akan berlabuh.
Hilang arah.

Rutinitas padat dan tugas yang menumpuk,
Membuat saya menjadi manusia robot yang sangat saya benci.
Tujuan pun seolah lenyap.

Lalu muncul pertanyaan,
Apa yang sungguh kamu inginkan?
Untuk apa semua ini?

Pertanyaan yang terus menggaung hingga melemah dengan sendirinya,
Karena terlalu lelah tak menemukan jawabannya.

Kegundahan ini nyatanya didengar Sang Pencipta.

Di suatu minggu,
Ia mengingatkan dengan lembut,
Untuk menanyakan tujuan hidup pada-Nya.

Seharusnya tak perlu bersumber dari diri saya,
Tetapi semuanya harus dimulai dari Dia, Sang Pemberi Kehidupan.

Maka dengan sabar,
Saya ingin mencari dan menanti jawaban,
Tujuan apa yang disiapkan Sang Pencipta untuk saya lakukan.

Dan ketika tiba waktunya Sang Pencipta memberi jawab,
Saya ingin untuk turut saja,
Kemana Ia mengarahkan saya melangkah.
Karena mungkin hanya dengan pemenuhan tujuan itulah,
perjalanan hidup saya menjadi bermakna.
:')

Keluarga

Adalah sebuah keuntungan,
Dilahirkan dalam sebuah keluarga
Dengan saudara yang banyak.

Tak pernah merasa sendirian,
Tak pernah merasa tak punya teman untuk diajak pergi.

Suka duka selalu dapat dibagi,
Pekerjaan berat selalu bisa diselesaikan bersama.

Bersyukur,
Untuk setiap hal yang boleh dialami.

Merupakan sebuah berkat yang tak terkira,
Punya keluarga yang penuh cinta kasih.
Saling mendukung dan menguatkan, ketika yang seorang lemah.

Semoga cinta kasih ini tak memudar seiring jalannya waktu,
Dan tak bisa terhalangi oleh kepentingan-kepentingan pribadi.

...

Di penghujung malam,
Pikiran ini masih tak bisa berhenti.
Ia berkelana menjalar dengan bebasnya,
Membuat mata sulit terpejam.

Bertumpu pada sebuah jengukan di rumah sakit,
Rasanya sedih,
Menyadari bahwa waktu begitu cepat melaju.

Yang terlihat muda dan gagah,
Kini tua dan renta.
Rambutnya memutih,
Sorot matanya sayu.

Yang terlihat kuat,
Kini terbaring lemas,
Jabat tangannya amelemah.

Seperti mimpi rasanya,
Sebentar menjadi anak-anak,
Kemudian dewasa,
Menjadi orang tua,
Dan kemudian mengakhiri perjalanan.

Memahami bahwa waktu akan berlalu begitu cepat,
Membuahkan pendalaman tentang seberapa kehidupan ini dipakai untuk memberi dampak bagi orang lain,
tak hanya untuk kepentingan dan kesenangan diri sendiri.

Bagaimana dalam kehidupan yang singkat,
Kita dapat memberi arti bagi kehidupan orang lain.

10 January 2017

Satu Bulan Pertama

Satu bulan pertama,
sejak saya berjanji menjadi pendamping Okta seumur hidupnya,
jadwal rutin saya berubah drastis,
si "tukang bangun siang" ini, kini belajar bangun pagi,
belajar masak, dan sarapan pagi.
Setelah beberapa pagi pertama, ketika saya masih terlelap,
Okta udah kelaperan tingkat dewa.

Satu bulan pertama,
belajar memahami "kehidupan baru",
dimana "rumah saya" kini berubah jadi "rumah mama / rumah papa"
dan saya punya "rumah baru" bersama Okta.

Satu bulan pertama,
belajar mencatat dan memperhatikan detail semua pengeluaran,
belajar mengingat di tempat mana yang murah untuk belanja sayuran,
setelah beberapa kali belanja di pasar kena dimahalin.

Satu bulan pertama,
saya baru menyadari,
Okta lebih kocak dari yang selama ini saya kenal.
Setiap hari saya tertawa,
dan saya selalu tertawa kalau mengingat kelakukannya,

Satu bulan pertama,
saya baru tahu, selama ini saya salah sangka,
saya pikir jika menikah, saya akan senang mengganggu Okta setiap hari,
tetapi ternyata saya yang diganggu setiap hari.
Ternyata tingkat ke-annoying-an Okta hampir selevel dengan adik saya.

Satu bulan pertama,
selalu bersama dengan partner kerja,
menghabiskan malam dengan membicarakan permasalahan yang terjadi,
membicarakan mimpi-mimpi besar kita,
menjadikan mimpi tersebut nyata, bersama-sama.

Satu bulan pertama,
membuat target-target kebiasaan baru yang harus dicapai,
saling mendukung dan menyemangati untuk mencapai target tersebut.

Satu bulan pertama,
bahagia menyadari bahwa saya akan bersama dengan orang baik seumur hidup saya.
Orang yang merawat saya ketika saya sakit,
Orang yang menghibur saya ketika saya menangis (sampai orangnya ketiduran sendiri)
Orang yang sangat gak so sweet, tapi memberikan segalanya untuk saya,
Orang yang gak pernah nuntut, karena menerima saya apa adanya.
Baginya, apapun yang saya lakukan untuknya adalah sebuah kemewahan.

Satu bulan pertama,
mengenal lebih dalam lagi,
saling berbagi,
saling menopang,
saling berbagi sukacita.

Satu bulan pertama,
semoga menuntun pada sejuta bulan lainnya yang penuh kebahagiaan :)

09 January 2017

Bulan madu di Pulau Ora

Impian saya no. 30, "Bulan madu ke pulau cantik di Indonesia" terwujud dengan indah,
lebih dari yang saya bayangkan.

Pada awalnya, kami (saya dan suami saya -Okta- ) bingung menentukan destinasi bulan madu, sempat juga saya lupa kalau punya impian nomor 30 yang saya tulis di diary saya.
Saya sempat mencari destinasi luar negeri seperti Eropa dan Jepang, sebelum akhirnya disadarkan oleh Okta kalau saya punya impian nomor 30 tersebut.

Setelah tersadar, saya mulai mencari tujuan-tujan bulan madu di Indonesia,
tapi saya tak ingin yang biasa seperti bali dan lombok,
saya ingin ke tempat cantik yang belum pernah saya singgahi.

Pilihan itu mengerucut pada Pulau Derawan, Pulau Ora, dan Raja Ampat.
Dan akhirnya kita memilih Pulau Ora, karena saya sangat suka laut, sedangkan Okta sangat suka gunung, dan Pulau Ora adalah perpaduan dari keduanya. Kami memutuskan berbulan madu di Pulau Ora dengan beberapa hari menghabiskan waktu juga di Ambon.

Kami pergi tanggal 11 Desember 2016,
tepat sehari setelah pernikahan kami di tanggal 10 Desember 2016.

Hari ke 1
Dimulai pukul 06.00 WIB, kami pergi ke airport dengan menggunakan grab car, dan melakukan penerbangan ke Bandar Udara Pattimura di Ambon dengan maskapai Garuda Indonesia. Jadwal keberangkatan pesawat, kami pilih di jam 08.15. Penerbangan Jakarta - Ambon memakan waktu sekitar 3 jam 40 menit. Kami tiba di Ambon pukul 13.55. Tiket penerbangan PP Jakarta - Ambon yang kami beli saat itu sekitar 6.900.000 untuk 2 orang.

Kami menunggu di jemput di salah satu cafe yang ada di Bandara. Selama di Ambon, rencananya kami akan diantar jemput oleh sepupu guru Inggris Okta (yang notabene orang Ambon). Rute selanjutnya dari bandara, adalah melintasi jembatan gantung yang baru dibangun, mampir di gong perdamaian, dan kemudian check in hotel di Ambon (kami memilih hotel Amaris). Setelah mandi dan beristirahat, pada sore hari sekitar pukul 19.00 WIT, kami dijemput untuk makan malam. Kami pergi ke tempat nasi kuning yang khas Ambon, kemudian berkeliling ke Lapangan Merdeka, Patung Christina Marta Tiahahu, dan kemudian ke jembatan gantung kembali, untuk melihat suasana disana pada malam hari, dimana jembatan tersebut disinari lampu yang berwarna-warni. Selesai berkeliling, kami kembali ke hotel dan bersiap untuk perjalanan esok hari.










Hari ke 2
Kami dijemput pukul 09.00 WIT. Tujuan wisata utama adalah Pantai Liang. Pantai Liang merupakan pantai yang pernah dinobatkan oleh PBB menjadi pantai terindah di Indonesia pada tahun 1990. Perjalanan ke Pantai Liang memakan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Untuk masuk ke dalam tempat wisata tersebut, ada retribusi yang perlu dibayarkan seharga 5000 rupiah.






Di area Pantai Liang, ada jembatan yang dapat digunakan untuk melompat ketika ingin berenang, untuk melihat pemandangan, atau sekedar berfoto. Di Pantai Liang ini, air laut yang jernih bergradasi dan awan yang menggulung, menyuguhkan pemandangan yang sangat indah. Kami menghabiskan waktu untuk memandangi pemandangan ini kemudian beralih ke Desa Waai. Di Desa Waai, kami mengunjungi air terjun Waai & belut raksasa Morea. Setelah melihat belut, kami mengunjungi salah satu pemandian air panas yang terkenal di Ambon. Saya sempat berendam di pemandian air panas ini, rasanya sungguh enak.







Di perjalanan pulang kembali ke hotel, kami mampir ke restoran Lateri di Jl. Woltermonginsidi. Kami memilih bagian restoran yang ada di atas laut. Kebetulan bagian tersebut baru selesai dibangun dan dibuka untuk umum. Di restoran Lateri ini, kami memesan papeda (masakan khas Ambon) dengan ikan yang dimasak kuah kuning dan ikan bakar. Sangat nikmat. Makanan yang enak bercampur dengan suasana laut yang sepoy-sepoy. Setelah makan, kami kembali ke hotel.


Hari ke-3
Hari ini jadwal kami adalah ke Pulau Ora. Kami membeli paket berlibur 3 hari 2 malam ke Pulau Ora yang dibandrol seharga sekitar 7.800.000 untuk berdua. Kami dijemput dari pihak penginapan Ora Beach Resort pukul 07.00. Dengan perjalanan sekitar 1 setengah jam, kami diantarkan ke pelabuhan Tulehu. Dari pelabuhan ini, kami pun sudah dibelikan tiket VIP untuk naik ke kapal Express Pricillia menuju pelabuhan Amahai di Pulau Seram (Maluku). Kapal berangkat pukul 09.00 dan perjalanan laut ini menempuh waktu sekitar 2 jam.


Setiba kami di Pelabuhan Amahai, kami pun sudah dijemput oleh supir lain yang akan mengantar kami ke desa Saleman. Tetapi karena hari sudah menunjukkan waktunya makan siang, kami mampir untuk makan dulu di salah satu restoran yang ada di sana (Julie Seafood). Kemudian baru melanjutkan perjalanan. Area perjalanan kami, meliputi perjalanan seperti ke puncak, terjal, berliku-liku, dan ada di tengah hutan. Kami sangat menikmati perjalanan yang memakan waktu sekitar 3 jam ini. Supir kami memberentikan mobilnya di sebuah pelabuhan kecil di Desa Saleman. Disana sudah tersedia boat-boat yang akan mengantar kami ke Pulau Ora. Perjalanan dengan speed boat, kami tempuh dalam waktu 5 menit.




Melihat Pulau Ora dari kejauhan, hati saya melonjak kegirangan. Pemandangan alam yang sungguh indah, membuat saya berulang kali berkata dalam hati, "Terima kasih, Tuhan kalau masih ada kesempatan ke sini".

Kami langsung disambut welcome drink dan penyerahan kunci kamar dari pihak receptionis hotel ketika tiba di Ora beach resort, satu-satunya resort di Pulau Ora, tempat kami menginap.
Kami pesan kamar laut dan kami mendapatkan kamar nomor 106 (kamar ke 2 dari ujung). Segera kami bergegas ke kamar, melewati jembatan yang dibangun di atas laut. Rasanya sungguh menyenangkan.







Setiba di kamar, saya banyak menghabiskan waktu di teras. Karena bagian teras dari kamar laut kami, langsung berhadapan dengan laut. Saya sungguh bersyukur bisa tiba di tempat ini dan merasakan semua ini. Pada bagian teras, ketika kami menghadap ke bawah, di dalam laut pun terlihat karang karang dan biota laut yang hidup di bawah.






Kami cukup betah di kamar, sampai tiba saatnya untuk makan malam. Kami pergi menuju restoran apung karena pihak Ora beach resort sudah menyediakan makan malam disana. Setelah makan malam, kami kembali ke kamar, bersantai di teras, kemudian beristirahat.

Hari ke-4
Memasuki hari ke 2 di pulau Ora, air laut di pagi ini sangat surut. Kami mengawali dengan makan pagi di restoran, kemudian bersiap untuk snorkling. Pagi ini, pukul 09.00, kami sudah ditunggu oleh Bapak speed boat yang kemarin mengantarkan kami ke Ora beach resort. Pukul 09.00 pagi, kami memulai tour kami dengan speed boat ke tebing batu. Seperti namanya, tebing batu adalah tempat wisata dimana kami bisa melihat tebing batu yang super besar dan menawan. Kami snorkling di tebing batu ini (alat snorkling kami pinjam dari pihak penginapan dengan membayar sewa sebesar 100.000/orang). Dari tebing batu, kami diantar ke pesisir pantai di dekat Ora beach resort. Di sana kami juga snorkling. Kemudian kami diantar ke Mata Air Belanda.





Di Mata Air Belanda, kami dapat melihat air yang terus mengalir dari tengah hutan, menuju ke laut. Air ini sangat dingin. Tapi sangat jernih dan segar. Saya pun tak tahan untuk mencoba mandi disana. Pemandangan di Mata Air Belanda ini pun sangat indah. Hamparan pantai, hutan, dan gunung yang menjadi satu kesatuan. Kami memesan teh hangat dan indomie, di satu-satunya warung yang ada disana. Nikmat.











Kami ada di Mata air Belanda ini sampai kira-kira waktu makan siang pukul 12.00. Karena saat makan siang ini, kami kembali ke Ora Beach Resort untuk makan siang. Setelah makan siang, kami mandi dan beristirahat sebentar. Menjelang sore hari, kami keluar untuk bermain di bagian pantai. Tadinya kami berencana untuk snorkeling di sekitar pantai, tapi ternyata sore hari ini, ombak air laut di bagian tengah laut sedang kencang dan membuat airnya menjadi keruh, jadi kami tak bisa snorkling. Ya sudah, kami menghabiskan waktu dengan bermain air di bagian pantai.

Saya senang ketika mengambang di laut. Seketika saya merasa sungguh kaya, bisa berenang di kolam seluas laut, dan ketika mengambang, saya melihat pemandangan gunung di sekeliling pantai. Sungguh terharu. Sungguh bersyukur diberi tanah air seindah ini. Tak salah punya cita-cita berbulan madu di pulau cantik Indonesia. Walaupun harga perjalanan ini mungkin setara keluar negeri, tapi kebahagiaan yang didapat jauh lebih besar.


Semakin sore, ombak di dekat penginapan kami (bukan di bagian pantai nya) semakin besar. Air laut pun meninggi cukup drastis dibandingkan pagi harinya. Ada kabar pula bahwa air laut masuk ke kamar sebelah kami. Cukup deg-degan, di pikiran saya, ombak air laut akan semakin besar dan menyeret penginapan kami. Tapi semakin malam, setelah kami makan malam, sepertinya air laut sudah agak menyurut sedikit. Pihak hotel membebaskan kami, jika ingin pindah kamar ke kamar darat (bukan di kamar laut), tapi Okta bilang, inilah sensasinya tinggal di kamar laut. Merasakan dan mendengar dengan jelas setiap deburan ombak yang mengenai tiang-tiang penginapan kami, dan menabrak tebing tepat di belakang penginapan kami. Alhasil kami menghabiskan waktu di teras lagi, kemudian beristirahat. Untungnya tak ada hal buruk yang terjadi.

Hari ke-5
Pagi ini, air laut sangat surut kembali. Tenang. Sungguh berbeda dengan air laut yang kemarin malam. Jadwal pagi ini adalaha kami sarapan di restoran, kemudian balik dengan speed boat ke Desa Saleman, dari sana akan dijemput kembali ke Pelabuhan Amahai, dan naik kapal lagi ke Pelabuhan Tulehu, serta diantarkan kembali ke hotel kami di Ambon. Kami kembali memilih Hotel Amaris.



Perjalanan dari Ora beach resort kembali ke hotel Amaris memakan waktu sekitar satu hari, kami tiba di hotel Amaris sudah sore. Setelah mandi dan beristirahat, kami jalan-jalan ke sekitar hotel. Okta membeli nasi dengan lauk daging anjing (yang katanya lezat) sebagai makan malam. Sedangkan saya masih merasa kekenyangan akibat makan siang di Pulau Seram pada siang harinya.

Hari ke-6
Hari ini kami kembali ke Jakarta. Kami dijemput Bapak supir yang sama seperti hari pertama kami, pukul 11.00, kemudian kami ke tempat oleh-oleh sebentar, lalu langsung ke Bandara. Agak kepagian, kami mencari restoran di dalam bandara untuk makan siang, kemudian menunggu sampai waktunya agak mendekati jam penerbangan, kemudian kami menuju ke gate penerbangan. Kami kembali ke Jakarta dengan pesawat Garuda Airlines juga. Di Jakarta, kami dijemput oleh keluarga saya.

Bulan madu yang sangat indah. Sederhana, kembali ke alam. Tapi memberikan rasa bahagia yang maksimal kepada kami.

Bersyukur untuk setiap keindahan yang pada akhirnya jadi kenangan manis.
Terlalu menawan.
Terlalu memikat hati.

#OktangelLoventure





Catatan tambahan : Kalau ada teman-teman yang mau berlibur ke Pulau Ora, bisa menghubungi saya jika butuh bantuan informasi, dengan senang hati saya akan membantu :)