26 April 2018

Tentang test kepribadian...

Ceritanya kemaren iseng-iseng test kepribadian MBTI, dan lumayan kaget karena hasilnya mendekati. Kayak jadi punya kata-kata untuk mendeskripsikan diri, yang sebenernya udah pernah di deskripsiin dengan kalimat sendiri secara ngasal.

Katanya saya ini tipe nya INTJ (Arsitek). Saya kutip dua bagian yang saya rasa pas banget aja ya,
Keterangan lainnya bisa dicari sendiri di google, hehehehh.

SATU :

"INTJ percaya pada rasionalitas mereka di atas segalanya. Jadi saat mereka tiba pada sebuah kesimpulan, mereka tidak punya alasan untuk meragukan apa yang telah mereka simpulkan. 

Kreativitas, logika, dan percaya diri bersama-sama membentuk seorang INTJ. Mereka bisa berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Figur pemimpin tidak akan menggoyahkan INTJ, begitu juga dengan norma sosial atau tradisi, bagaimanapun populernya hal tersebut. Jika mereka memiliki sebuah ide yang lebih bagus, INTJ akan berdiri melawan setiap orang dan berusaha untuk mengubahnya."

ini kata orang-orang : 









Sejujurnya, saya sering ngerasa sendirian. Punya pendapat yang beda dari orang lain itu melelahkan. Tapi ya itu, di saat segala pemikiran saya udah mencapai kesimpulan dan saya anggep itu bener, disanalah diri saya sendiri gak bisa ngerubah lagi. Saya akan yakinin itu 100% dan akan ngelakuin itu apapun resikonya (karena sulit buat saya untuk ngelakuin hal yang gak sesuai sama hati nurani).

Seringkali salah disalahartiin juga sebagai orang yang keras kepala dan gak peka sama orang lain. Tapi pada akhirnya ketika saya ngejelasin segala embel-embel pemikiran saya, banyak yang berubah jadi setuju dan mendukung jalan yang saya tempuh. Tapi (lagi) sebagai seorang introvert sejati, lebih gampang buat saya untuk terus aja ngelakuin apa yang saya yakinin bener tanpa harus ngejelasin rinci asal muasal pemikiran saya.

Sebenernya ini bukan berarti saya gak terima pemikiran orang lain, kalo menurut saya, orang lain itu masuk akal, tanpa adu mulut, saya bakal terima dengan lapang dada. Itu sebabnya mungkin Tuhan ngirimin orang macem Okta sebagai pendamping hidup saya ya. Yang tanpa sifat arogan, bisa ngejelasin sesuatu dengan masuk akal dan bikin saya sadar kadang ada juga letak salah pikir saya.


DUA:


Terkait gambar yang paling bawah ini ya, bener banget loh.

Saya suka banget mempertanyakan segala hal. Bukan karena cuma iseng, tapi sungguh penasaran.
Kenapa ini harus begini, kenapa itu begitu? Yang saya inget, beberapa kali saya nanyain hal yang gak bisa dijawab sama Bapak / Ibu Pendeta. Terus dulu pas kecil, sering banget dianggep pembangkang atau ngelawan orang tua gara-gara ngejawabin statement mereka yang saya anggep gak berdasar, terus disuruh diem. Katanya saya orang yang ngeyel, yang gak bisa terima kalo dikasi nasihat sama orang tua. Tapi buat saya, ya gimana saya bisa terima kalo rasa penasaran saya belum terjawab, tapi demi gak terjadi perang dunia ke 3, saya nurut untuk diem dengan segala pemikiran yang berkecamuk.

Untuk hal ini, saya nemuin potongan tulisan Mbak Dee Lestari yang paaaasss banget di buku Partikel, saat si Zarah ngelontarin pertanyaan ke Abah nya tentang agama, dan Abahnya malah emosi dan nampar dia.

"Aku pun merasakan luapan amarah dalam hatiku. Mengapa mereka harus meradang karena pertanyaan-pertanyaanku? Seolah-olah semua yang kuucapkan adalah hinaan? Kenapa mereka tidak bisa melihatnya semata-mata sebagai pertanyaan?"

Saya sering banget ngerasa seperti yang ditulis Mbak Dee itu. Kenapa pertanyaan saya gak bisa dianggep sebagai pertanyaan semata? bukan suatu bentuk pembangkangan? 

Masa-masa itu udah lewat sih. Sekarang ini orang tua saya udah kayak temen yang bisa jadi tempat ngobrolin segala sesuatu tanpa ribut-ribut dan marah-marah. Saya pun lebih milih untuk gak terlalu frontal / berdebat sama orang-orang yang gak terlalu penting. Gak mau buang-buang tenaga.

Tapi... yaaa begitulah.

Saya suka tersesat dalam pikiran saya sendiri. Selalu menggali lagi setiap nilai yang saya terima. Saya gak akan bergerak sebelum memastikan saya bisa nerima nilai-nilai itu. Cape? Lumayan.
Tapi seneng sih, saya ngejalanin segala sesuatu yang saya pahamin, gak asal denger kata orang aja, bukan karena ikut-ikutan, tapi saya selalu punya alesan yang jelas ketika ngelakuin sesuatu.

Dan saya perlu tulis disini juga,
Saya bersyukur banget punya partner kaya Okta, yang walopun kadang keliatan gak bisa serius dan selalu ngajak "ribut", ketika dia ngejelasin sesuatu, saya sering terpukau karena menurut saya terlalu bijak. Penjelasannya selalu runut, dan masuk akal, dan paling penting lagi, selalu positif.

Saya bisa bilang, 75% penyebab saya jadi orang yang positif, itu gara-gara dia. Kalo udah mulai negatif, dia kayak tim medis yang dateng untuk cuci otak saya sampe jadi positif lagi. Untuk itu saya betul-betul bersyukur.

19 April 2018

. . . . .

Seorang gadis berjalan dengan langkah gontai.
Ia berusaha sekuat tenaga melambaikan tangan,
kepada orang-orang yang ikut tersenyum melihat topeng senyumnya.

Semakin lama, kakinya semakin susah digerakkan.
Tenaganya semakin menipis.
Pada akhirnya ia kewalahan dan menepi,
dalam gelap malam yang semakin pekat.

Di balik gang sempit yang tak berpenghuni,
tangannya bergetar melepas topengnya.
Air mata tak bisa lagi dibendungnya.
Ia menangis sejadi-jadinya.

Tubuhnya sakit tertusuk dinginnya angin malam yang menyengat,
Sesakit batinnya yang lelah.
Lelah pura-pura tegar,
Lelah pura-pura bahagia.

Mengapa hanya karena mencintai seseorang,
kita bisa terluka sangat dalam?
dan merasa begitu bersedih?

Tolol! Bego!
Ia memaki dirinya sendiri.
Tersesat dalam jalan yang ia anggap sebagai tujuan.

Ia mendekap erat tubuhnya sendiri,
seakan bisa mengurangi rasa sakit hatinya yang tersayat-sayat.

Hanya dalam gelap malam,
ia bisa menumpahkan kesedihannya.
Sebab esok, ketika matahari menunjukkan cahayanya,
Ia akan tetap memakai topeng senyum,
menutupi semua dan berkata "Aku bahagia"
hingga tak ada orang yang tahu betapa perih lukanya.

17 April 2018

Percakapan Random

"Biasa kalo hubungan udah lama, orang baru yang dateng itu lebih menarik"

"Aku bisa professional untuk urusan itu"

"Emang gak sabaran anaknya"

"Bener kata kamu, dia egoissss. Banget."

"Apapun yang dia omongin, kenyataannya kita nilai dari actionnya kan?

"Arrrggghhh kok aku jadi kesel ya.."

"Kenapa dia bertahan?"

"Tuh kan, aku gak bisa banget egois, mikirin perasaan orang mulu, tolol emang"

"Aku itu susah buka hati buat orang, sekalinya kebuka, disakitin, ya itu ribet pulihnya"

"They are my biggest support system"

"pasti sakit hati dia kalau aku nyindir gitu"

"Menurut aku ya, kalo udah sayang, gak bisa duain orang lain. Mungkin bisa karena khilaf sesekali, tapi gak akan bisa bertahan selama itu"

"Yang dia utamain, perasaan dia doank, jahat gak kalo gitu?"

"Tapi aku gak bakal bilang kalau aku akan menghilang"

"Entahlah. jadi gampang dijahatin orang. Hahahha"

"Kamu baik banget sih"

"Ingat, sabar aku juga ada batasnya"

"Otak aku juga udah kesel sih, hatinya yang masih ngeyel"

"Jangan ketipu sama tangisannya, buat apa dia nangis tapi gak action?"

"Jawabannya bisa mengerucut cuma satu, dia gak serius sama kamu. gak bener2 sayang"

"Tapi itu lebih sakit sih, ketika kita ada tapi gak dianggap ada"

"AKU LAGI DI KANTOR MASA NANGIS LAGI. YA LOOORD"

"Jahat gak sih kalau aku tetep ketemu dia tapi sebenernya aku siap ninggalin dia kapan aja?"

"Jauh di dalam diri aku, ada ngatain dia, "anjir, menang banyak lu" gitu.."

"Sedia gunting yang banyak, kalo dia iket lagi, gunting lagi, gunting lagi, gunting lagi"

"Aku terima jawaban kamu, tapi kamu harus tau betapa kecewanya aku sama kamu"

"Kamu cuma orang yang terlalu baik, yang mungkin pernah ngerasain sakit yang banget2, then kamu gak mau orang lain ngerasain sakit juga kayak kamu"

"Jahat gak dia yang tau kamu berharap bisa milikin dia seutuhnya juga, tapi dia anggep remeh perasaan kamu?"

"Aku ninggalin dia, berarti aku ninggalin semuanya, apa aku siap?"

"Positifnya, aku bisa jadi orang yang sabar banget"

Terharu (part2)























Tepat di hari Paskah tahun lalu,
ayah saya jatuh dari motor dan mengalami patah tulang kering pada kaki kanannya.
Sejak saat itu, hidup saya berubah.

Ayah saya menjalani proses pemulihan yang tidak sebentar,
Sebagai anak tertua,
saya menggantikan seluruh tanggung jawab ayah saya di toko.
Hal ini sungguh berbeda dengan apa yang saya jalani setiap hari sebagai pegawai kantoran.

Sekedar informasi, ayah saya memiliki usaha di bidang modifikasi mobil.
Saya, seorang wanita berperawakan kecil, yang sebelumnya sangat tidak paham dengan dunia otomotif, sekarang seperti dijerumuskan seketika untuk berada di dalam dunia itu.
Pada awalnya, saya kelabakan ketika ada customer yang bertanya, saya tidak tahu harga yang harus saya berikan, saya tidak mengerti solusi apa yang harus saya sampaikan pada customer, beberapa kali saya juga terpaksa berinteraksi dengan bapak-bapak paruh baya yang genit, calo-calo yang kurang pendidikan, yang terkadang berbicara kasar dan sembarangan.
Saya juga dituntut untuk bisa selalu mengambil keputusan yang terbaik untuk semua pegawai saya.

Saat kecelakaan tersebut, ayah saya tidak menggunakan asuransi apapun,
jadi seluruh pengobatan dibayarkan menggunakan kartu kredit dan untungnya ada sebagian bantuan dari teman-teman ayah.
Tagihan kartu kredit yang mulai berdatangan, di bulan-bulan setelah operasi ayah,
membuat saya semakin tertekan.

Saya sangat percaya Tuhan yang mengatur semuanya.
Dan di dalam perjalanan saya pun, saya merasakan Tuhan sudah merancang kehidupan saya sedemikian rupa, sehingga pada saat ada kejadian itu, saya diberi kesempatan untuk bisa membantu ayah saya, membantu keluarga saya.
Tapi tekanan pekerjaan yang begitu besar setelah beberapa bulan, berhasil membuat saya down.

Saya pernah berdoa kepada Tuhan untuk meminta kesabaran menghadapi customer,
tapi yang saya hadapi kemudian adalah customer "gila"yang memaki saya dengan nama-nama binatang hanya untuk menutupi kesalahannya.
Saya pernah berdoa meminta kebijaksanaan untuk mengatur anak buah,
tapi kemudian yang saya dapati adalah salah satu anak buah kepercayaan ayah saya ketahuan tidak jujur, dan saya tidak bisa tidur memikirkan langkah apa yang harus saya ambil yang terbaik untuk semua.
Saya berdoa, dijawab dengan cepat, tapi dijawab dengan hal yang bertolak belakang.
Jujur, saya jadi takut untuk berdoa.

Saya ingat, di suatu hari Sabtu di bulan Agustus, saya tidak tahan lagi.
Saya menangis dan mengeluh pada suami saya.
Saya mengutarakan padanya bahwa saya kesulitan untuk bersyukur, saya jenuh, dan tidak ingin melanjutkan semua ini lagi.
Saya ingin lari, tapi saya tahu saya tidak bisa dan tidak boleh lari.
Saya tahu saya harus menghadapi ini semua dan tetap tegar untuk keluarga saya, tapi saya lelah.
Dan karena semua itu, saya marah, saya kecewa dengan diri saya sendiri.
Saya menghabiskan hari Sabtu saya dengan murung.

Hari Minggu,
Seperti biasa, saya kebaktian sore di gereja.
Saat itu Pak Pendeta berkotbah, intinya tentang mengingatkan umatnya untuk tetap setia dengan kehendak Tuhan. Katanya "Kita seringkali bernegosiasi dengan diri sendiri ketika mengikuti Kehendak Tuhan. Seringkali kita hanya mau mengerjakan yang enak-enak saja, jarang ada yang mau "ikut aja, apapun resikonya". Padahal ketika kita setia, Tuhan gak pernah tinggalin kita. Tuhan yang akan siapin jalannya. Tuhan yang memampukan kita"

Di Hari Minggu itu,
Air mata saya tidak bisa saya bendung lagi.
Kata-kata yang keluar dari Pak Pendeta, membuat air mata saya semakin deras.
Betapa saya sangat merasa disayang oleh Sang Pencipta.
Semua pergumulan saya, apa yang saya pikirkan, dijawab dengan baik dalam kotbah itu.
Saya merasa Tuhan menggunakan Bapak Pendeta untuk berbicara khusus kepada saya.
Di hari itu air mata saya tumpah, dan seakan-akan bertanya pada Tuhan, "Tuhan, serius, Tuhan sungguh sayang sama saya sampai menjawab semua pergumulan saya dengan gamblang?"

-----------

Saya mengamuk ketika segala situasi menjadi semakin buruk,
saya tidak bisa berpikir positif lagi,
saya merasa sendirian, saya merasa lemah.

Yang saya lupa,
Tuhan dengan segala kekuatannya, adalah Tuhan yang gak akan pernah membiarkan saya jalan sendirian.
Dia, Sang Pencipta, Sang Sumber Daya, Dia yang akan selalu menguatkan saya melewati apapun yang Dia ijinkan terjadi dalam kehidupan saya.

Pada akhirnya saya yakin, lewat segala masalah,
Tuhan ingin membentuk saya dengan caraNya sendiri.
Mengasah saya lebih tajam lagi.
Menempa saya agar lebih kuat.

Sekali lagi, saya diingatkan untuk berserah.
Mengikuti apapun jalan yang Tuhan kehendaki saya lakukan.
Bagaimanapun saya berusaha menghindar,
Jika Tuhan sudah berkehendak, mau tidak mau saya harus hadapi.
Memang berat, memang tak mudah,
tapi hidup adalah tentang menghadapi, bukan selalu menghindar.

Di hari minggu yang tidak pernah saya lupakan itu,
saya ingat, saya pulang dengan harapan dan semangat yang baru.
Tuhan selalu tahu cara membuat saya kembali tersenyum.