15 January 2016

Dear Jun #4

Dear Jun,

Ketika ada perdebatan, bolehkah ada hubungan kakak-adik antar lawan jenis? atau bolehkah kita memiliki sahabat lawan jenis dalam status berpacaran?

Ini jawabanku, Jun..

Kamu tahu persis, bagiku, rasa 'sayang' dan 'cinta' selalu punya porsi yang berbeda.

Aku bisa saja bilang sayang ke keluargaku, teman, sahabat, bahkan semua makhluk (dalam hal ini bisa saja kubilang aku sangat sayang anjingku). Berbeda dengan kata 'cinta'. Cinta akan selalu kukatakan HANYA kepada Tuhan dan orang yang sungguh spesial dalam hidupku.

Bagiku pribadi, kata 'sayang' sudah akrab sedari kecil, ketika beberapa pria yang lebih dewasa dan dekat denganku melontarkan kalimat itu.

Pada akhirnya kata 'sayang' kuartikan sebagai tanda sayang seorang kakak kepada adiknya. Tak pernah lebih dari itu.

Bahkan saat salah seorang yang kuanggap kakak, mencoba mengubah hubungan kakak-adik menjadi hubungan yang lebih serius sebagai pasangan kekasih, aku menghindar. Aku memang sayang. Tapi... bagaimana ya menggambarkannya, bahwa sayang dan cinta sungguh berbeda bagiku. Aku pun tak akan pernah mau merusak apa yang kusebut hubungan kakak-adik, sahabat, atau teman dekat menjadi semacam percintaan. Keduanya sungguh terpisah.

Tapi aku termasuk orang yang serius dalam menghadapi suatu hubungan. Ketika seseorang kuanggap menjadi teman, sahabat, kakak, atau adik, aku selalu ingin mereka bahagia, dan aku akan melakukan semampuku agar mereka bahagia. Tapi sialnya, tindakan ini sering disalahartikan, dimaknai berbeda.

Banyak orang tak bisa menempatkan rasa 'sayang' dan 'cinta' pada porsi yang berbeda.

Ada dua hal yang paling sering terjadi dan aku sangat benci.

Yang pertama, "si penerima kebaikan" (entah orang yang kuanggap teman, sahabat, kakak atau adik) merasa kalau aku "suka" atau "cinta" mereka. Sulit mengatakannya, tapi jujur, hal ini membuat aku muak. Bertemu dengan orang yang terlalu pede, apalagi yang dengan tak tahu malu nya mengutarakan itu di depan kamu, sungguh menjengkelkan. Padahal mereka tahu dan seharusnya sangat sadar, bahwa cinta yang aku punya ini hanya milik satu orang. Selama masih bersama orang itu, cintaku akan tetap HANYA untuk dia. Bertemu dengan orang seperti ini, membuat saya berpikir seribu kali ketika ingin berbuat baik kepada mereka selanjutnya.

Yang kedua, "si penerima kebaikan" pada akhirnya menjadi tertarik dan suka padaku. Hal ini mengganggu, Jun. Kamu bisa-bisa dihantui rasa bersalah karena jadi manusia yang terlalu baik. Kamu jadi seperti terlihat memberikan harapan palsu dan jahat. Padahal bukan itu maksudmu.

Kedua hal ini sering terjadi berulang kali, Jun. Dan membuat aku menjadi sangat lelah.

Maka, kalau kamu bertanya padaku, jawabanku jelas, Jun.

Walaupun aku bisa menganggap teman / sahabat / kakak / adik angkat lawan jenis itu sungguh terpisah dari urusan percintaan, nyatanya banyak orang yang masih menyatukan dua hal tersebut dan mencampuradukkannya, dan membuat kacau. Maka akan lebih bijak kalau aku mengambil langkah seribu untuk menghindari hal-hal semacam itu.

Mencintai dan dicintai dengan takaran yang seimbang sudah membuat bahagia, Jun. Untuk apa repot-repot terjebak dalam drama konyol yang akan berujung kacau?

1 comments:

Anonymous said...

"Mencintai dan dicintai dengan takaran yang seimbang sudah membuat bahagia."
Love this statement..