01 April 2013

Keberanian

Keyakinannya tergerus.
Batu raksasa itu kini benar-benar nampak di matanya.
Kotor dan menjijikan.

Batu itu sudah lama ada disana..
dan banyak orang sudah memperingatkan.
Tapi dia begitu mencintai jalan di balik batu.

Sejak beberapa tahun yang lalu,
jalan di balik batu adalah tujuannya.

Ia tidak buta.
Batu yang besar itu memang ada di sana.
Tapi masih bisa dilewati, pikirnya.
Masa harus menyerah dengan rintangan yang hanya berbentuk benda mati?

Ia mulai berkompromi.
Kotoran yang menjijikan itu tak dipedulikannya.
Ia mulai berjalan perlahan dan mendorong batu untuk menjauh.
Padahal budaya keluarganya sangat resik.

Lama, batu tetap tidak bisa menjauh.

Kalau tidak menjauh,
Ia berpikir kotoran yang ada di batu setidaknya akan pudar jika tergerus jalanan.

Sayang.
Malah kotornya batu mengotori dirinya.
Kotor hingga dia sendiri jijik dengan dirinya.
Kemudian tangannya terluka.
Disusul kakinya yang membuatnya tak lagi bisa berjalan.

Ia menangis.

Tak seorangpun peduli.

Sendiri dan terluka.

Berjuang dengan segala perasaannya, impian dan cita-citanya.
Ia tak bisa lagi meneruskan perjalanannya.

Di depannya nampak batu yang semakin besar.
Seiring kata menyerah dan keputusasaan yang sudah memuncak.

Ia berbalik dengan mantap.
Meninggalkan jalan yang selama ini dipaksakannya.
Kali ini tekadnya sudah bulat.

Ia bersihkan dirinya.
Tinggalkan jalan dan batu itu.

Untuk apa memaksakan suatu jalan yang selalu membawa duka?

0 comments: