27 January 2011

Dear Jun..

Dear Jun,

kamu memang benar tentang segalanya. Aku berubah. Semua yang pernah aku jauhi, kini aku dekati, sangat dekat, dan hampir menyentuhnya. Rasanya aku jengah, Jun. aku bosan dengan kehidupan yang itu-itu saja. Aku lari dari rumah.

Kamu benar lagi, aku jadi tersesat jauh. Memang terasa, bahwa semakin lama hati nuraniku enggan berteriak-teriak membawaku pulang. Ini bisa jadi satu hal yang menguntungkan bagiku. Tak akan ada yang mengoceh padaku, ketika aku lakukan segala hal sesukaku. Aku benar-benar senang.

Tapi tidak, sebenarnya aku berbohong. aku tersedak sampai sesak. perih. Aku kecewa, Jun, mengapa ia tak lagi membuka mulutnya dan memberi nasihat seperti dulu lagi. Aku jadi tak punya kekuatan untuk terus berjuang. Padahal jujur, di lubuk hatiku, aku ingin pulang dan kamu pasti mengerti, betapa aku rindu akan tempat asalku.

Perjalanan untuk pulang sangat sulit, Jun. Aku sudah mencoba melewatinya tetapi aku tergelincir! Di waktu yang lain, aku dihadang raksasa besar. Aku takut. Kamu tahu kan rasanya berjuang seorang diri? Aku bahkan tak punya nyali melawannya.

Memang pernah, sekali waktu aku bisa mengusir raksasa itu dengan mengerahkan segala cara dan kemampuanku, raksasa itu pergi, tetapi hanya untuk sementara saja. Ia tidak benar-benar kalah. Dibawanya teman-temannya yang memiliki tubuh lebih besar tujuh kali lipat darinya. Dan kamu tahu? Saat itu, gantian aku yang kalah habis-habisan.

Semenjak peristiwa itu, aku jadi malas berusaha, karena semakin dilawan, akan semakin mengerikan yang harus dihadapi. Aku menyerah Jun. Aku memilih untuk tetap disini dan mengurungkan niat untuk beranjak pulang. Sesekali aku rindu rumahku, tapi aku selalu gagal menyatukan energi untuk bangkit.

Jun, tanpa aku sadari, terlalu lama disini nyatanya merusak seluruh sistem hidupku. Ini yang membuatku berubah. hingga pertanyaan "kok ga lakuin kebiasaan kamu yang dulu sih?" itu terlontar dari orang terdekatku.

aku merasa ditampar, dalam sekejap mengalir rasa bersalah teramat sangat, harusnya aku bisa melangkah keluar dan mengerjakan tujuan utamaku yang semula, tapi aku dikalahkan oleh rasa takut. Dan yang paling bodoh, aku membiarkan segala sesuatu disini mempengaruhi apa yang sebenarnya murni dan tidak boleh tercemar. Aku hilang.

Aku memperbesar rasa curiga dan rasa tak mau kalah,lama-lama iri hati itu timbul juga. Kecemburuan mulai membabi buta, padahal seharusnya cukup bangga akan diri sendiri. Masih banyak lagi yang merusak, Jun, hingga kini aku sadari bahwa hampir seluruh hidupku berubah. Rusak. Penuh kebencian.

Aku mau pulang.
Aku tak mau lagi disini. :'(
Setelah surat ini selesai, aku tahu aku tak punya pilihan lain, selain merampungkan niat untuk pulang.
Terus berusaha, jangan menyerah.

0 comments: