17 April 2018

Tepat di hari Paskah tahun lalu,
ayah saya jatuh dari motor dan mengalami patah tulang kering pada kaki kanannya.
Sejak saat itu, hidup saya berubah.

Ayah saya menjalani proses pemulihan yang tidak sebentar,
Sebagai anak tertua,
saya menggantikan seluruh tanggung jawab ayah saya di toko.
Hal ini sungguh berbeda dengan apa yang saya jalani setiap hari sebagai pegawai kantoran.

Sekedar informasi, ayah saya memiliki usaha di bidang modifikasi mobil.
Saya, seorang wanita berperawakan kecil, yang sebelumnya sangat tidak paham dengan dunia otomotif, sekarang seperti dijerumuskan seketika untuk berada di dalam dunia itu.
Pada awalnya, saya kelabakan ketika ada customer yang bertanya, saya tidak tahu harga yang harus saya berikan, saya tidak mengerti solusi apa yang harus saya sampaikan pada customer, beberapa kali saya juga terpaksa berinteraksi dengan bapak-bapak paruh baya yang genit, calo-calo yang kurang pendidikan, yang terkadang berbicara kasar dan sembarangan.
Saya juga dituntut untuk bisa selalu mengambil keputusan yang terbaik untuk semua pegawai saya.

Saat kecelakaan tersebut, ayah saya tidak menggunakan asuransi apapun,
jadi seluruh pengobatan dibayarkan menggunakan kartu kredit dan untungnya ada sebagian bantuan dari teman-teman ayah.
Tagihan kartu kredit yang mulai berdatangan, di bulan-bulan setelah operasi ayah,
membuat saya semakin tertekan.

Saya sangat percaya Tuhan yang mengatur semuanya.
Dan di dalam perjalanan saya pun, saya merasakan Tuhan sudah merancang kehidupan saya sedemikian rupa, sehingga pada saat ada kejadian itu, saya diberi kesempatan untuk bisa membantu ayah saya, membantu keluarga saya.
Tapi tekanan pekerjaan yang begitu besar setelah beberapa bulan, berhasil membuat saya down.

Saya pernah berdoa kepada Tuhan untuk meminta kesabaran menghadapi customer,
tapi yang saya hadapi kemudian adalah customer "gila"yang memaki saya dengan nama-nama binatang hanya untuk menutupi kesalahannya.
Saya pernah berdoa meminta kebijaksanaan untuk mengatur anak buah,
tapi kemudian yang saya dapati adalah salah satu anak buah kepercayaan ayah saya ketahuan tidak jujur, dan saya tidak bisa tidur memikirkan langkah apa yang harus saya ambil yang terbaik untuk semua.
Saya berdoa, dijawab dengan cepat, tapi dijawab dengan hal yang bertolak belakang.
Jujur, saya jadi takut untuk berdoa.

Saya ingat, di suatu hari Sabtu di bulan Agustus, saya tidak tahan lagi.
Saya menangis dan mengeluh pada suami saya.
Saya mengutarakan padanya bahwa saya kesulitan untuk bersyukur, saya jenuh, dan tidak ingin melanjutkan semua ini lagi.
Saya ingin lari, tapi saya tahu saya tidak bisa dan tidak boleh lari.
Saya tahu saya harus menghadapi ini semua dan tetap tegar untuk keluarga saya, tapi saya lelah.
Dan karena semua itu, saya marah, saya kecewa dengan diri saya sendiri.
Saya menghabiskan hari Sabtu saya dengan murung.

Hari Minggu,
Seperti biasa, saya kebaktian sore di gereja.
Saat itu Pak Pendeta berkotbah, intinya tentang mengingatkan umatnya untuk tetap setia dengan kehendak Tuhan. Katanya "Kita seringkali bernegosiasi dengan diri sendiri ketika mengikuti Kehendak Tuhan. Seringkali kita hanya mau mengerjakan yang enak-enak saja, jarang ada yang mau "ikut aja, apapun resikonya". Padahal ketika kita setia, Tuhan gak pernah tinggalin kita. Tuhan yang akan siapin jalannya. Tuhan yang memampukan kita"

Di Hari Minggu itu,
Air mata saya tidak bisa saya bendung lagi.
Kata-kata yang keluar dari Pak Pendeta, membuat air mata saya semakin deras.
Betapa saya sangat merasa disayang oleh Sang Pencipta.
Semua pergumulan saya, apa yang saya pikirkan, dijawab dengan baik dalam kotbah itu.
Saya merasa Tuhan menggunakan Bapak Pendeta untuk berbicara khusus kepada saya.
Di hari itu air mata saya tumpah, dan seakan-akan bertanya pada Tuhan, "Tuhan, serius, Tuhan sungguh sayang sama saya sampai menjawab semua pergumulan saya dengan gamblang?"

-----------

Saya mengamuk ketika segala situasi menjadi semakin buruk,
saya tidak bisa berpikir positif lagi,
saya merasa sendirian, saya merasa lemah.

Yang saya lupa,
Tuhan dengan segala kekuatannya, adalah Tuhan yang gak akan pernah membiarkan saya jalan sendirian.
Dia, Sang Pencipta, Sang Sumber Daya, Dia yang akan selalu menguatkan saya melewati apapun yang Dia ijinkan terjadi dalam kehidupan saya.

Pada akhirnya saya yakin, lewat segala masalah,
Tuhan ingin membentuk saya dengan caraNya sendiri.
Mengasah saya lebih tajam lagi.
Menempa saya agar lebih kuat.

Sekali lagi, saya diingatkan untuk berserah.
Mengikuti apapun jalan yang Tuhan kehendaki saya lakukan.
Bagaimanapun saya berusaha menghindar,
Jika Tuhan sudah berkehendak, mau tidak mau saya harus hadapi.
Memang berat, memang tak mudah,
tapi hidup adalah tentang menghadapi, bukan selalu menghindar.

Di hari minggu yang tidak pernah saya lupakan itu,
saya ingat, saya pulang dengan harapan dan semangat yang baru.
Tuhan selalu tahu cara membuat saya kembali tersenyum.

0 comments: