Seorang sahabat mengatakan pada saya.
"Gua seneng cerita sama lu. Gua seneng punya temen kaya lu. Lu gak pernah nge-judge, Lu gak mencampuri urusan gua. Kalo lu gak setuju, lu bilang, tapi toh kalo pada akhirnya gua gak ngelakuin yang lu bilang, lu support gua... "
Saya buru-buru mengkoreksi, "Emm.. gak sih, aku gak support kalo emang aku gak setuju..."
Dia melanjutkan, "Iya, bukan yang support kayak mendukung gitu loh, tapi kamu itu menghargai. Menghargai keputusan yang pada akhirnya aku ambil."
Saya mengangguk kecil dan meneguk es teh manis di warteg sore itu.
-------
Berbicara tentang menghargai,
Saya merasa, yang paling tahu tentang diri sahabat saya
adalah sahabat saya sendiri, bukan saya, bukan orang lain.
Maka ketika sahabat saya akan mengambil keputusan,
Saya biasanya hanya mengajak berpikir.
Mencari penyebab yang "sebenar-benarnya" bukan hanya yang "terasa / terlihat",
Lalu mengemukakan konsekuensi logis (biasanya yang paling buruk dari semua konsekuensi yang ada) yang saya pikir akan terjadi akibat tindakannya itu.
Tujuannya bukan mau menakut-nakuti,
tapi saya tidak mau orang-orang terdekat saya jadi banci,
yang mau mengambil keputusan / tindakan,
tapi pada akhirnya lari / tidak kuat ketika menanggung konsekuensinya.
Silahkan tanya ke beberapa orang dekat saya,
bahwa saya tidak cukup ahli untuk berpura-pura baik,
atau kalau boleh dibilang,
saya memang tidak mau mengekang lidah saya untuk hanya mengeluarkan kalimat yang baik-baik saja.
Kalau menurut saya tidak baik, ya tidak baik.
Kalau saya tidak suka, ya tidak suka.
Seringkali teman saya tersentak,
karena saya berbicara cukup "to the point" tanpa basa basi ke akar masalah.
Menurut beberapa teman, omongan-omongan "nyelekit" saya terngiang-ngiang,
karena biasanya memang benar.
Pada akhirnya,
ketika sampai pada tahap orang-orang dekat saya mengambil keputusan untuk dirinya sendiri,
saya yakin dengan sangat,
keputusan itu pun diambil berdasarkan pengalaman dan perasaannya selama ini,
yang mungkin juga tak pernah saya rasakan.
Kalau mereka yakin keputusan yang akan diambil dapat menyelesaikan masalah "yang sebenarnya",
dan siap dengan segala konsekuensinya, ya silahkan lakukan.
Sebagai pihak luar, saya hanya bisa memberikan saran.
Apa hak saya untuk melarang atau mencampuri urusannya?
Menurut saya, segala keputusan yang diambil,
harusnya memang datang dari kesadaran dalam diri sendiri,
bukan karena saya, atau paksaan orang lain.
Agar keputusan itu dapat setia dijalani dengan baik berikut semua konsekuensinya.
Selama-lamanya.
-----
Oh ya,
Tentang sahabat yang saya ceritakan di awal,
Saya juga sangat bersyukur bisa bertemu beliau.
Di antara banyak orang munafik,
yang sibuk menutupi kelemahan dan lukanya,
Dia datang membawa kejujuran.
Jauh dari kata munafik,
sangat apa adanya.
14 January 2018
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment