"Kalo lu berusaha. lu pasti bisa capai semua yang u mau!"
"Kalo gak bisa, berarti kurang berusaha!"
And.. boom! Kalimat itu jadi boomerang untuknya.
**
Terlalu lama menanggung lukanya sendiri,
membuatnya menjadi terlalu individual yang tak ingin bergantung pada orang lain.
rasa sakit membuatnya tertutup,
menyembunyikan segalanya di balik senyuman yang terpajang.
Dia menganggap akan mampu melewati segalanya seorang diri,
dia merasa yakin kalau dia bisa asalkan berusaha.
Namun entah berapa ratus kali dia berusaha,
Dia tetap gagal.
Ini bukan tentang dia seorang diri.
Kehidupan menghadapkannya pada mimpi terburuk.
Orang yang berarti, menjadi orang yang sangat menyakitinya.
Sendirian, kecewa, rasa sesak selalu memenuhi dada.
Sering terbayang untuk lari dari semua persoalan dan menyudahi semuanya.
Di titik terendah itulah, Tuhan menyapanya dengan lembut.
Ketika dia merasa, Tuhan terlalu jauh untuk digapai,
dan doa tengah malamnya tak berujung ada jawaban,
orang yang baru dikenalnya tiba-tiba berkata,
"Tuhan tahu, kamu sering berlutut tengah malam untuk berdoa,
Dia ada di dekat kamu dan mengelus rambut kamu"
Hancur hatinya seketika itu juga.
Benarkah Tuhan begitu peduli padanya?
Benarkah?
Dia lalu membuat permohonan,
meminta Tuhan mengabulkannya secepatnya,
karena situasi semakin genting,
dan tampak seperti tidak ada harapan lagi.
"Pleasee.. Tuhan.. Please.. Tolong kabulin sekali ini aja"
"ngga sekarang yaa.." kata Tuhan.
Dalam lubuk hatinya dia kecewa.
"Kenapa Tuhan?" "Gimana nanti?"
Tapi yang bisa dia lakukan hanya pasrah,
karena tak ada pilihan lain.
Keadaan semakin buruk dan semakin buruk,
Apa yang dibanggakannya kini semua hancur berkeping-keping,
Apa yang diharapkannya hilang,
Ia berusaha menjalaninya dengan tabah,
tapi kali ini tak lagi sendirian.
Temannya memegangnya untuk sama-sama membaca Firman Tuhan setiap hari.
Dan terlalu ajaib, Firman Tuhan membuatnya punya kekuatan,
bahkan di saat titik terendahnya sekalipun.
Kepalanya yang menunduk sedikit demi sedikit bisa terangkat kembali,
menghadapi apa yang memang harus dihadapi.
Pada akhirnya dia tersadar,
bahwa kekuatan bukan miliknya.
Sumber kekuatan bukan dirinya.
Dia tak tercipta untuk sendirian,
tapi untuk selalu bergantung pada Sang Penciptanya.
Apa yang dihadapinya,
membentuk dirinya menjadi lebih baik daripada sebelumnya,
Dan untuk itu, dia sangat berterima kasih,
karena Tuhan masih mau memanggil domba yang hilang.
Hatinya kini yakin, meski dia lemah dan hancur,
Dia sangat dicintai.
Bukan oleh orang biasa,
tapi oleh Tuhan, yang menciptakannya serupa gambaranNya.
Yang akan selalu jadi tempat sandaranNya,
dan sumber kekuatanNya.
Oleh karena itu, dia berani menghadapi hari depannya
dengan kepala tegak,
dan hati yang sukacita.